KONTAN.CO.ID - BEIJING. Data pertumbuhan China telah membebani pasar saham dunia yang lesu di awal pekan ini. Ditambah, investor juga tengah menanti musim laporan keuangan sekaligus antisipasi pengetatan moneter oleh Federal Reserve. Seperti diketahui, pertumbuhan China untuk periode April hingga Juni 2023 meleset dari perkiraan. Pertumbuhan domestik bruto negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut hanya tumbuh 6,3% dari tahun sebelumnya, padahal perkiraan ekonom bisa mencapai 7,1%. Mengutip
Bloomberg Senin (17/7), saham perusahaan penambang dan barang mewah termasuk di antara penurunan terbesar di Eropa setelah data pertumbuhan tersebut rilis. Raksasa sumber daya Anglo American Plc, Glencore Plc dan Rio Tinto Plc turun karena pelemahan China membebani harga logam.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi China Kuartal II Melemah, Dipicu Pelemahan Permintaan Di sektor barang mewah, saham LVMH dan Hermes International terpuruk. Richemont turun lebih dari 7% setelah pemilik Cartier melaporkan penurunan penjualan yang tidak terduga di Amerika. S&P 500 turun 0,10%, dan Nasdaq Composite turun 0,18%, tetapi kedua indeks tersebut menyentuh level intraday tertinggi sejak April 2022. Sementara itu, Saham di China tetap menjadi yang berkinerja terburuk di Asia pada hari Senin. Pasar Jepang ditutup untuk liburan sementara perdagangan di Hong Kong dibatalkan karena badai. People's Bank of China sebelumnya memperpanjang dukungan untuk mata uang yuan, tetapi mempertahankan fasilitas pinjaman jangka menengahnya tidak berubah pada Senin meskipun permintaan pasar untuk stimulus lebih meningkat. Di China daratan, Shanghai Composite turun 1,16%, memimpin penurunan di wilayah tersebut dan Komponen Shenzhen turun 0,9%. Di Australia, S&P/ASX 200 ditutup sedikit lebih rendah di 7.298,50, menghentikan kenaikan beruntun empat hari. Negara ini akan merilis angka pengangguran akhir pekan ini, yang akan memberi petunjuk pada keputusan suku bunga Reserve Bank of Australia. Kospi Korea Selatan merosot 0,35% menjadi berakhir pada 2.619, juga mengakhiri kenaikan beruntun empat hari. Kosdaq melawan tren regional dan naik 0,22% menjadi ditutup pada 898,29. “Pasar ekuitas China berkinerja buruk dibandingkan rekan-rekan globalnya tahun ini, yang menunjukkan prospek pertumbuhan yang lemah dan kurangnya stimulus kebijakan telah diperhitungkan sepenuhnya," kata Marcella Chow, ahli strategi pasar global di JPMorgan Asset Management, dikutip dari Bloomberg Senin (17/7). Perekonomian China tumbuh lebih lambat dari yang diharapkan pada kuartal kedua karena pengangguran kaum muda mencapai rekor tertinggi. Adapun, pengangguran kaum muda mencapai 21,3% naik dari 20,8% pada Mei.
Baca Juga: Ekonomi China Melemah, Target Pertumbuhan Ekonomi Tahun Ini Sulit Tercapai Namun, Biro Statistik Nasional China (NBS) mengatakan hasil tersebut menunjukkan momentum yang baik dari pemulihan ekonomi pasca pandemi. Juru bicara NBS Fu Linghui bilang permintaan pasar secara bertahap pulih, pasokan produksi terus meningkat, lapangan kerja dan harga secara umum stabil, dan pendapatan penduduk terus meningkat. “PDB tumbuh 4,5% secara tahunan di kuartal pertama dan 6,3% di kuartal kedua," kata juru bicara NBS Fu Linghui. Beijing telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2023 sekitar 5%, relatif konservatif terhadap tren pertumbuhan beberapa dekade terakhir.
Editor: Herlina Kartika Dewi