Pertumbuhan ekonomi Jabar terendah sejak 2009



BANDUNG. Pertumbuhan perekonomian di Jabar pada triwulan I/2015 mengalami perlambatan. Pertumbuhan ini menjadi yang terendah dari 2009 lalu.

“Ini menjadi perlambatan terendah sejak realisasi PDRB (produk domestik regional bruto) 2009 lalu. Saat itu pertumbuhan ekonomi nasional turun dari sekitar 6 menjadi 4,2 persen. Dan kuartal I/2015 ini, pertumbuhan Jabar pun hanya 4,9 persen,” ujar Asisten Direktur-Kepala Tim Statistik Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jabar, Wahyu Ari Wibowo, di Bandung, Rabu (24/6/2015).

Perlambatan tersebut disebabkan mulai dari pengaruh ekonomi global, ekspor yang melambat, bahkan penyebab domestik pun cukup banyak. Misalnya realisasi belanja pemerintah yang masih terbatas, dan masih gampang goyahnya konsumsi rumah tangga.


“Keyakinan kelompok rumah tangga masih optimis, namun masih gampang goyah. Karena itu mereka cenderung prioritaskan yang utama seperti pendidikan dan menunda konsumsi,” tutur Wahyu.

Untuk realisasi belanja pemerintah sendiri, hingga triwulan I/2015 masih rendah, yakni baru 20 persen. Ia memperkirakan realisasi belanja pemerintah kemungkinan akan optimal di semester dua atau bahkan di ujung tahun anggaran.

Ia berharap, pemerintah mempercepat realisasi anggaran untuk membantu pertumbuhan ekonomi.  “Meski terjadi perlembatan, perekonomian di Jawa Barat baik-baik saja. Dalam enam bukan ke depan, perekonomian akan lebih bagus asalkan didukung beberapa faktor,” ucap Wahyu.

Untuk itu ia meminta pemerintah menjaga suhu politik, kemudian tidak ada inkonsistensi antar lembaga, penyerapan anggaran harus dioptimalkan, dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak menggoyahkan kepercayaan konsumen maupun investor.

“Jabar itu ekonomi terbesar ketiga di Indonesia. Karena itu harus dijaga,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Kepala Perwakilan BI Jabar, Rosmaya Hadi menuturkan, perlambatan perekonomian Jabar pada triwulan I-2015 tercermin dari penurunan nilai indeks Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) serta aktivitas di sektor properti (Survei Ppkom dan SHRP).

Dalam SKDU, terlihat perlambatan dibanding triwulan IV-2014. Hal itu tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) triwulan I-2015 yang turun 12,53 persen,  lebih rendah dibanding triwulan IV-2014 sebesar 12,96 persen. “Dari sembilan sektor kegiatan usaha, perlambatan terutama terjadi pada sektor industri pengolahan, perdagangan hotel dan restoran (PHRI) pertambangan, dan bangunan,” ungkap Rosmaya.

Perlambatan tersebut berpengaruh terhadap penjualan properti residensial. Namun, di tengah perlambatan aktivitas perekonomian, persepsi keyakinan konsumen masih cukup positif. Hal ini tercermin dari indeks perjualan riil (IPR) Maret sebesar 228,8 meningkat dibanding IPR Februari 223,4. Begitupun dengan tingkat keyakinan konsumen yang mengalami peningkatan menjadi 115 atau berada di level optimis (>100). (Kontributor Bandung, Reni Susanti)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa