Pertumbuhan Ekonomi Terancam Tren Kenaikan Inflasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) melihat masih ada tantangan yang menghadang prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, salah satu tantangan yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah inflasi. 

“Kenaikan inflasi ini bisa menahan peningkatan konsumsi swasta,” tutur Perry dalam pembacaan hasil Rapat Dewan Gubernur BI Juli 2022, Kamis (21/7) secara daring. 

Apalagi, konsumsi swasta atau konsumsi rumah tangga ini memegang porsi paling besar dalam produk domestik bruto (PDB) dari sisi pengeluaran. Sehingga, bila motor penggerak perekonomian ini tersendat, maka bisa saja laju pertumbuhan ekonomi tak ngegas. 


Menurut Perry, tekanan inflasi pada tahun ini memang bersumber dari sisi penawaran, yaitu dari peningkatan harga pangan dan harga energi yang tidak disubsidi oleh pemerintah, seiring dengan gejolak global yang tinggi serta gangguan mata rantai pasok global.

Baca Juga: Kompak, ADB dan BI Sama-sama Mengerek Proyeksi Inflasi Indonesia Tahun 2022

Belum lagi, ada kebijakan proteksionisme pangan dari negara-negara lain yang menambah potensi inflasi. 

Sedangkan harga energi yang tidak disubsidi antara lain harga bahan bakar minyak (BBM) Pertamax series, yang juga tercatat meningkat pada bulan ini seiring dengan peningkatan harga energi global. 

BI sendiri memperkirakan inflasi Indonesia pada tahun 2022 melampaui batas atas target yang sebesar 4% yoy, atau lebih tepatnya di kisaran 4,5% yoy hingga 4,6% yoy. Ini juga lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. 

Meski begitu, Perry tetap meyakini perbaikan ekonomi domestik terus berlanjut, ditopang oleh peningkatan mobilitas, sumber pembiayaan, dan aktivitas dunia usaha. 

Baca Juga: Pedagang: Harga Beberapa Kebutuhan Pokok Masih Mahal, Harga Cabai Rp 90.000 per Kg

Dirinya juga berkomitmen untuk menjaga inflasi agar tidak bergerak liar. Salah satu yang dilakukan oleh BI adalah dengan stabilisasi nilai tukar rupiah, terutama memitigasi risiko inflasi dari harga-harga impor (imported inflation). 

Namun, sejauh ini, Perry mengklaim pergerakan rupiah masih sesuai fundamentalnya. Meski memang tercatat mengalami depresiasi, tetapi depresiasi rupiah relatif lebih rendah dari negara-negara sebaya, seperti Malaysia, Thailand, dan lain-lain. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi