JAKARTA. Target pertumbuhan infrastruktur Indonesia hingga lima tahun ke depan masih dibawah 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan 5% ini merupakan patokan ideal yang dipakai di seluruh dunia. “Saat ini, kita baru bisa mengejar pertumbuhan infrastruktur 3,5% dari PDB,” ujar Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas Deddy Supriatna, akhir pekan lalu. Menurut Deddy, pertumbuhan 3,5% dari PDB tersebut sudah disesuaikan dengan strategi pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Jika ingin mencapai target pertumbuhan infrastruktur sebesar 5% dari GDP di 2014, tutur Deddy, pemerintah harus menggenjot pendanaan infrastruktur. Total dana yang dibutuhkan minimal Rp 2.000 triliun. Meskipun tahun ini pemerintah sudah menaikkan alokasi anggaran bagi infrastruktur hingga mencapai Rp 511 triliun atau meningkat 2,5 kali lipat dari anggaran tahun sebelumnya, namun angka tersebut masih jauh dari ideal.Makanya, untuk mengejar pendanaan infrastruktur ini pemerintah menggiatkan proyek dengan skema kerjasama pemerintah dan swasta alias public private partnership (PPP). Namun nilai total proyek infrastruktur yang masuk dalam skema PPP baru mencapai Rp1.429 triliun. "Kami berharap kekurangan Rp 450 triliun dari program CSR perusahaan," katanya.Deddy mengakui keterbatasan infrastruktur membuat daya saing Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Berdasarkan Global Competitiveness Index periode 2008-2009, infrastruktur menjadi penyebab kedua lemahnya daya saing Indonesia. Posisi pertama ditempati oleh inefisiensi birokrasi dengan porsi pengaruh mencapai 18,3%. Adapun infrastruktur berpengaruh sekitar 16,4%.Selain minimnya ketersediaan infrastruktur, kondisi infrastruktur di Indonesia juga terbilang buruk. Berdasarkan data World Competitiveness Report tahun 2008-2009, kondisi infrastruktur Indonesia menempati peringkat 96 dari 134 negara di dunia. Rinciannya, antara lain, kondisi jalan raya kita menempati urutan 105 dari 134 negara, pelabuhan di posisi 104, bandara di rangking 75, dan jalan kereta api menempati posisi ke-58. Daya saing infrastruktur Indonesia mulai memburuk setelah krisis moneter 1997-1998. Meski telah 18 tahun berlalu, pemerintah belum juga bisa memperbaiki keadaan. “Padahal tahun 1996 peringkat daya saing infrastruktur kita di atas China, Thailand dan Srilanka,” kata Deddy.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pertumbuhan Infrastruktur Jauh di Bawah Angka Ideal
JAKARTA. Target pertumbuhan infrastruktur Indonesia hingga lima tahun ke depan masih dibawah 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan 5% ini merupakan patokan ideal yang dipakai di seluruh dunia. “Saat ini, kita baru bisa mengejar pertumbuhan infrastruktur 3,5% dari PDB,” ujar Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas Deddy Supriatna, akhir pekan lalu. Menurut Deddy, pertumbuhan 3,5% dari PDB tersebut sudah disesuaikan dengan strategi pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Jika ingin mencapai target pertumbuhan infrastruktur sebesar 5% dari GDP di 2014, tutur Deddy, pemerintah harus menggenjot pendanaan infrastruktur. Total dana yang dibutuhkan minimal Rp 2.000 triliun. Meskipun tahun ini pemerintah sudah menaikkan alokasi anggaran bagi infrastruktur hingga mencapai Rp 511 triliun atau meningkat 2,5 kali lipat dari anggaran tahun sebelumnya, namun angka tersebut masih jauh dari ideal.Makanya, untuk mengejar pendanaan infrastruktur ini pemerintah menggiatkan proyek dengan skema kerjasama pemerintah dan swasta alias public private partnership (PPP). Namun nilai total proyek infrastruktur yang masuk dalam skema PPP baru mencapai Rp1.429 triliun. "Kami berharap kekurangan Rp 450 triliun dari program CSR perusahaan," katanya.Deddy mengakui keterbatasan infrastruktur membuat daya saing Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Berdasarkan Global Competitiveness Index periode 2008-2009, infrastruktur menjadi penyebab kedua lemahnya daya saing Indonesia. Posisi pertama ditempati oleh inefisiensi birokrasi dengan porsi pengaruh mencapai 18,3%. Adapun infrastruktur berpengaruh sekitar 16,4%.Selain minimnya ketersediaan infrastruktur, kondisi infrastruktur di Indonesia juga terbilang buruk. Berdasarkan data World Competitiveness Report tahun 2008-2009, kondisi infrastruktur Indonesia menempati peringkat 96 dari 134 negara di dunia. Rinciannya, antara lain, kondisi jalan raya kita menempati urutan 105 dari 134 negara, pelabuhan di posisi 104, bandara di rangking 75, dan jalan kereta api menempati posisi ke-58. Daya saing infrastruktur Indonesia mulai memburuk setelah krisis moneter 1997-1998. Meski telah 18 tahun berlalu, pemerintah belum juga bisa memperbaiki keadaan. “Padahal tahun 1996 peringkat daya saing infrastruktur kita di atas China, Thailand dan Srilanka,” kata Deddy.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News