KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank-bank besar yang masuk dalam kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) 4 masih mencetak pertumbuhan laba bersih yang ekspansif di delapan bulan pertama tahun ini. Perolehan pertumbuhan laba bank KBMI 4 terdorong ekspansi kredit yang cukup kencang hingga pendapatan bunga masih bisa mekar, di saat biaya dana naik. Ambil contoh, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang berhasil mencetak laba bersih secara bank only sebesar Rp 36,21 triliun per Agustus 2024, naik sekitar 4% secara tahunan atawa year on year (YoY) dibandingkan laba di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 34,83 triliun.
Baca Juga: Kredit UMKM Tumbuh Melambat, KUR Masih Jadi Andalan Pembiayaan Pencapaian tersebut ditopang oleh pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang tumbuh 2,9% yoy menjadi Rp 73,64 triliun per Agustus 2024, dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 71,56 triliun. Di sisi lain, beban bunga BRI terlihat membengkak ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja NII perusahaan. Pasalnya, beban bunga BRI naik 45,99% menjadi Rp 34,58 triliun per Agustus 2024, dibandingkan dengan periode yang sama di 2023 sebesar Rp 23,68 triliun. Dari sisi intermediasi, BRI telah menyalurkan kredit sebesar Rp 1.203,68 triliun per Agustus 2024, tumbuh 7,12% yoy dibandingkan periode tahun lalu yang sebesar Rp 1.123,64 triliun. BRI juga mencatatkan pertumbuhan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang naik 6,6% menjadi Rp 1.349,06 triliun per Agustus 2024, dibandingkan DPK di Agustus 2023 yang sebesar Rp 1.265,33 triliun. Dengan pertumbuhan kredit dan DPK yang signifikan meningkatkan total asset BRI sebesar 6,72% menjadi Rp 1.810,73 triliun per Agustus 2024, dibandingkan periode tahun lalu sebesar Rp 1.696,62 triliun.
Baca Juga: Bank Lebih Ekspansif Salurkan Kredit daripada Simpan Dana di SBN Saat BI Rate Turun Adapun, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) melaporkan laba bersih secara bank only sebesar Rp 35,99 triliun per Agustus 2024. Angka ini menunjukkan kenaikan 13,50% secara yoy dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 31,71 triliun. Pertumbuhan laba bersih ini didorong oleh peningkatan pendapatan bunga bersih BCA yang naik 8,78% yoy menjadi Rp 50,55 triliun per Agustus 2024, dibandingkan Rp 46,47 triliun pada Agustus tahun lalu. Pendapatan non-bunga emiten dengan kode saham BBCA ini juga mengalami kenaikan sebesar 2,02% yoy menjadi Rp 14,25 triliun per Agustus 2024, dari Rp 13,97 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Dari sisi intermediasi, BCA telah menyalurkan kredit sebesar Rp 843,70 triliun per Agustus 2024, yang meningkat 15,56% yoy dari periode tahun lalu sebesar Rp 729,22 triliun. Dalam hal pendanaan, BCA berhasil menghimpun DPK sebesar Rp 1.102,28 triliun per Agustus 2024, naik 4,02% yoy dari periode tahun lalu yang mencapai Rp 1.059,68 triliun. Dengan pertumbuhan kredit dan DPK tersebut, total aset BCA tercatat tumbuh 5,45% yoy menjadi Rp 1.400,60 triliun per Agustus 2024, dibandingkan Rp 1.328,19 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan, pertumbuhan kinerja perseroan hingga Agustus 2024 ini salah satunya di topang oleh banyaknya permintaan kredit yang menunjang proyek hilirisasi untuk korporasi. "Semoga kuartal ketiga juga masih banyak permintaan untuk kredit hilirisasi," kata Jahja kepada kontan.co.id, Kamis (26/9). Jahja pun memproyeksikan kredit secara keseluruhan hingga akhir tahun bisa tumbuh 10%-12%. Di jajaran bank KBMI 4 lain ada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) yang tetap mampu mendongkrak kinerja laba bank hingga Agustus 2024. Meskipun, bank masih mengalami tekanan terkait dengan beban bunga yang melonjak pesat. Mengutip laporan bulanannya per Agustus 2024, emiten berkode saham BBNI ini mencatatkan laba bersih tahun berjalan senilai Rp 14,22 triliun. Pencapaian tersebut meningkat 4,25% secara yoy dari sebelumnya senilai Rp 13,64 triliun.
Baca Juga: Penurunan Suku Bunga Jadi Harapan Perbaikan Margin di BTN Dari sisi pendapatan bunga bersih, sejatinya BNI masih mengalami penurunan secara tahunan. Di mana, pada pos tersebut, bank berlogo 46 ini mencatatkan penurunan pendapatan bunga bersih sekitar 6,82% YoY menjadi Rp 25,56 triliun. Hal tersebut disebabkan oleh beban bunga BNI sepanjang delapan bulan pertama tahun ini yang naik hingga 29,6% YoY menjadi Rp 16,9 triliun. Ini tak sebanding dengan pendapatan bunga mereka yang hanya tumbuh 4,94% YoY menjadi Rp 42,47 triliun. Untungnya, salah satu bank pelat merah ini mampu menurunkan beban impairment atau pencadangan di periode yang sama. Di mana, pada pos tersebut, BNI mencatatkan ada penurunan 26,78% YoY menjadi Rp 4,51 triliun. Di sisi lain, BNI juga masih mampu mencatatkan peningkatan dari sisi pendapatan berbasis komisi yang tumbuh 3,18% YoY. Dari sebelumnya di Agustus 2023 yang senilai Rp 6,59 triliun dans setahun kemudian menjadi Rp 6,8 triliun. Dari fungsi intermediasi sendiri, BNI juga telah mengerek penyaluran kredit pada periode tersebut sebesar 8,96% YoY menjadi Rp 710,48 triliun. Meskipun, pertumbuhan kredit tersebut masih di bawah industri yang hanya tumbuh 11,4% YoY. Untuk DPK, BNI masih mengalami laju pertumbuhan yang cukup lambat dengan hanya tumbuh 3,58% yoy menjadi Rp 745,26 triliun. DPK dalam bentuk giro menjadi yang terbesar dengan nilai mencapai Rp 283,14 triliun.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyebut, BNI memang tengah fokus pada perbaikan cost of fund dan net interest margin (NIM). Di sisi lain, pihaknya optimis DPK dapat tumbuh di topang oleh platform Wondr yang bisa menambah pertumbuhan CASA dari tabungan. "Kami proyeksikan untuk DPK kira kira dapat tumbuh 5,5% dan kredit 10%," ucapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi