JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan II-2017 sebesar US$ 335,3 miliar, atau tumbuh 2,9% dibanding periode yang sama tahun lalu (
year on year). Meski membesar, pertumbuhannya melambat dibanding triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 3,2% yoy. Pertumbuhan ULN tersebut juga jauh lebih lambat bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 yang sebesar 6,8% (yoy). Penyebabnya adalah melambatnya penambahan utang luar negeri pemerintah dan swasta.
Pada akhir triwulan II-2017, ULN pemerintah tercatat sebesar US$ 170,3 miliar (50,8% dari total ULN), atau tumbuh 7,3% (yoy). Pertumbuhan itu juga lebih pelan ketimbang triwulan I yang mencatat pertumbuhan sampai 10%. Sementara ULN swasta tercatat US$ 165,0 miliar (49,2% dari total ULN), atau turun 1,4% (yoy) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan jangka waktu, posisi ULN Indonesia pada triwulan II 2017 tetap didominasi oleh ULN jangka panjang. Posisi ULN jangka panjang pada akhir triwulan II 2017 tercatat sebesar US$ 290,0 miliar atau 86,5% dari total ULN, sedangkan posisi ULN jangka pendek tercatat US$ 45,3 miliar atau 13,5% dari total ULN. Menurut sektor ekonomi, posisi ULN swasta pada April 2017 masih terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih (LGA). Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,6%. Bila dibandingkan dengan triwulan I 2017, pertumbuhan ULN sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas, dan air bersih meningkat, sedangkan ULN sektor pertambangan dan sektor keuangan masih mengalami kontraksi pertumbuhan. BI memandang perkembangan ULN pada triwulan II 2017 tetap sehat dan terkendali. Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman, hal ini tercermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Rasio ULN terhadap PDB pada akhir triwulan II 2017 tercatat stabil di kisaran 34,2% dan bahkan menurun jika dibandingkan dengan triwulan II 2016 yang sebesar 37,2%,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (15/8). Dia mengatakan, rasio tersebut juga masih lebih baik dibandingkan dengan negara
peers seperti Malaysia dan Turki. Namun demikian, BI tetap akan memantau perkembangan ULN dari waktu ke waktu. “Untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi,” ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia