KONTAN.CO.ID - Perum Bulog pada akhir 2016 ditugaskan untuk melakukan importasi jagung sebanyak 200.000 ton gula untuk memenuhi kebutuhan peternak UKM. Sayangnya, hingga minggu pertama April 2017 penjualan jagung kepada UKM baru terealisasi 40.6% sebanyak 67.821 ton. Melihat kondisi ini, Bulog pun berinisiatif untuk mengolah jagung menjadi pakan dengan memasuki industri pakan. Bulog lalu menjalin kerja sama dengan CV Cipta Cahaya Perwiratama Bekasi untuk mengolah jagung di pabrik pakan yang seluruh hasilnya akan menjadi stok bulog, dan penjualan hanya ditujukan untuk peternak mandiri dan/atau peternak UKM. Kegiatan ini direncanakan selama 3 bulan mulai akhir April 2017 hingga akhir bulan Juli 2017. Direktur Komersial Perum Bulog, Febriyanto pun memberikan penjelasan melalui Sopran Kenedi, Kepala Pusat Riset dan Perencanaan Strategis Perum Bulog. Dia mengakui hingga saat ini Bulog masih melakukan evaluasi terkait proyek ini. "Saat ini dievaluasi karena sudah berakhir pilot projectnya. Itu masih masih uji coba selama tiga bulan. Yang kami evaluasi terkait pembiayaan dan mekanismenya bagaimannya. Kami ingin mencari mekanisme yang lebih bagus lagi. Paling tidak dari sisi perusahaan tidak rugi, kami kan ada beban bunga. Setidaknya beban biaya operasional setidaknya kembali," tuturnya, Selasa (26/9). Febriyanto mengatakan bahwa tidak ada keuntungan yang Bulog peroleh dari proyek ini. Hal tersebut dikarenakan harga penjualan pakan ternak ini lebih murah dibandingkan harga pakan ternak yang ada di pasaran. Dia bilang, Bulog menawarkan harga pakan sebesar Rp 6.000 per kg, dimana harga pakan ternak saat itu berkisar Rp 6.600 per kg. Awalnya, Bulog menargetkan akan mengolah 24.000 ton jagung untuk pakan ternak. Namun, hingga proyek ini selesai, jumlah pakan yang terealisasi hanya berkisar 230 ton jagung, atau sebesar 400 ton pakan ternak. Komposisi jagung sebagai pakan ternak sebesar 50% atau lebih sementara sisanya terdiri dari bahan baku pembentuk konsentrat. Sementara itu, Febriyanto juga mengungkap kendala yang dialami oleh Bulog dalam menyalurkan pakan ternak ini. Dia megatakan banyak peternak broiler yang mengalami kesulitan dalam masalah pembayaran. Pasalnya, peternak sudah terbiasa untuk melakukan pembayaran secara kredit kepada perusahaan pakan ternak. Sementara, apabila peternak melakukan pembelian pakan ternak dari Bulog, maka peternak harus mengikuti sistem cash before delivery atau pakan harus dibayar di muka sebelum pakan diambil. "Walaupun harga yang kami tawarkan lebih murah, namun karena peternak sudah terbiasa dengan sistem feedmill, maka realisasinya belum mencapai target," ujar Febriyanto. Ke depannya, Bulog akan menimbang apakah meneruskan pilot project ini atau menggunakan sistem kerja sama langsung dengan perusahaan pakan ternak. Menurut Febriyanto, dengan sistem kerja sama langsung dengan perusahaan pakan ternak, maka perusahaan tersebut memiliki kewajiban untuk mendistribusi hasil pakan kepada peternak. "Kerja sama itu tergantung perjanjian yang dilakukan. Profit sharingnya bisa menutup biaya-biaya yang ada atau kami yang menyediakan jagung, mereka yang menyediakan konsentratnya," tambahnya lagi.
Perum Bulog evaluasi proyek olahan pakan ternak
KONTAN.CO.ID - Perum Bulog pada akhir 2016 ditugaskan untuk melakukan importasi jagung sebanyak 200.000 ton gula untuk memenuhi kebutuhan peternak UKM. Sayangnya, hingga minggu pertama April 2017 penjualan jagung kepada UKM baru terealisasi 40.6% sebanyak 67.821 ton. Melihat kondisi ini, Bulog pun berinisiatif untuk mengolah jagung menjadi pakan dengan memasuki industri pakan. Bulog lalu menjalin kerja sama dengan CV Cipta Cahaya Perwiratama Bekasi untuk mengolah jagung di pabrik pakan yang seluruh hasilnya akan menjadi stok bulog, dan penjualan hanya ditujukan untuk peternak mandiri dan/atau peternak UKM. Kegiatan ini direncanakan selama 3 bulan mulai akhir April 2017 hingga akhir bulan Juli 2017. Direktur Komersial Perum Bulog, Febriyanto pun memberikan penjelasan melalui Sopran Kenedi, Kepala Pusat Riset dan Perencanaan Strategis Perum Bulog. Dia mengakui hingga saat ini Bulog masih melakukan evaluasi terkait proyek ini. "Saat ini dievaluasi karena sudah berakhir pilot projectnya. Itu masih masih uji coba selama tiga bulan. Yang kami evaluasi terkait pembiayaan dan mekanismenya bagaimannya. Kami ingin mencari mekanisme yang lebih bagus lagi. Paling tidak dari sisi perusahaan tidak rugi, kami kan ada beban bunga. Setidaknya beban biaya operasional setidaknya kembali," tuturnya, Selasa (26/9). Febriyanto mengatakan bahwa tidak ada keuntungan yang Bulog peroleh dari proyek ini. Hal tersebut dikarenakan harga penjualan pakan ternak ini lebih murah dibandingkan harga pakan ternak yang ada di pasaran. Dia bilang, Bulog menawarkan harga pakan sebesar Rp 6.000 per kg, dimana harga pakan ternak saat itu berkisar Rp 6.600 per kg. Awalnya, Bulog menargetkan akan mengolah 24.000 ton jagung untuk pakan ternak. Namun, hingga proyek ini selesai, jumlah pakan yang terealisasi hanya berkisar 230 ton jagung, atau sebesar 400 ton pakan ternak. Komposisi jagung sebagai pakan ternak sebesar 50% atau lebih sementara sisanya terdiri dari bahan baku pembentuk konsentrat. Sementara itu, Febriyanto juga mengungkap kendala yang dialami oleh Bulog dalam menyalurkan pakan ternak ini. Dia megatakan banyak peternak broiler yang mengalami kesulitan dalam masalah pembayaran. Pasalnya, peternak sudah terbiasa untuk melakukan pembayaran secara kredit kepada perusahaan pakan ternak. Sementara, apabila peternak melakukan pembelian pakan ternak dari Bulog, maka peternak harus mengikuti sistem cash before delivery atau pakan harus dibayar di muka sebelum pakan diambil. "Walaupun harga yang kami tawarkan lebih murah, namun karena peternak sudah terbiasa dengan sistem feedmill, maka realisasinya belum mencapai target," ujar Febriyanto. Ke depannya, Bulog akan menimbang apakah meneruskan pilot project ini atau menggunakan sistem kerja sama langsung dengan perusahaan pakan ternak. Menurut Febriyanto, dengan sistem kerja sama langsung dengan perusahaan pakan ternak, maka perusahaan tersebut memiliki kewajiban untuk mendistribusi hasil pakan kepada peternak. "Kerja sama itu tergantung perjanjian yang dilakukan. Profit sharingnya bisa menutup biaya-biaya yang ada atau kami yang menyediakan jagung, mereka yang menyediakan konsentratnya," tambahnya lagi.