Perundingan IEU-CEPA Alot, Menko Airlangga: Sikap Uni Eropa Selalu Berubah-Ubah



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Perundingan Indonesia- European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) masih terus berproses dan belum menemukan titik terang, setelah hampir 7 tahun dilakukan negosiasi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, perundingan IEU-CEPA sudah dilakukan sebanyak 18 kali. Namun dari banyaknya pertemuan tersebut, Uni Eropa selalu berubah-ubah dalam menentukan sikap.

“Kita masih dalam tahap finalisasi IEU-CEPA. Kita sudah negosiasi 7 tahun, 18 kali pertemuan dan nggak selesai-selesai, karena Eropa selalu berubah-ubah,” tutur Airlangga dalam Seminar ekonomi yang diselenggarakan di Kolese Kanisius, Jakarta, Sabtu (11/5).


Baca Juga: Ini Hambatan Perundingan IEU-CEPA yang Tak Kunjung Rampung

Bahkan, kata dia, di tengah negosiasi tersebut Uni Eropa malah memperkarakan dua komoditas andalan Indonesia yakni nikel dan sawir di World Trade Organization (WTO).

Gugatan tersebut lantaran Uni Eropa tidak terima jika Indonesia melarang ekspor bijih nikel. Kemudian terkait sawit, Indonesia menggugat Uni Eropa terkait diskriminasi sawit. Ini setelah Uni Eropa menetapkan kelapa sawit sebagai tanaman berisiko tinggi (high risk) terhadap deforestasi.

Uni Eropa akan membatasi dan secara bertahap bakal menghapuskan penggunaan minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) untuk biodiesel. Rencana tersebut tentunya akan merugikan Indonesia, sebab sawit merupakan komoditas andalan ekspor.

Airlangga menambahkan, dirinya sempat bertemu dengan parlemen Uni Eropa dan perwakilan pemerintah membicarakan permasalahan tersebut.

Ia menekan agar Uni Eropa bersikap adil terhadap Indonesia, dan menekankan bahwa regulasi harusnya dibuat untuk mengatur negara sendiri, tetapi  bukan untuk mengatur negara lain.

Selain itu, Indonesia juga memiliki perjanjian dagang Indonesia dan European Free Trade Association (EFTA), yaitu negara-negara seperti Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia. Perjanjian dagang tersebut bernama Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA).

Dalam perjanjian tersebut juga memuat terkait komoditas sawit. Oleh karena itu Airlangga menilai tidak masuk akal jika Uni Eropa masih mempermasalahkan sawit ataupun nikel.

“EFTA ada komponen sawit, dan itu direferendum oleh masyarakat Swiss, dan referendumnya lolos. Jadi tidak masuk akal EU masih ganggu kita di nikel maupun di kelapa sawit,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat