KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bayang-bayang penurunan aset menyelimuti industri asuransi jiwa. Namun, kondisi tersebut tak banyak mengubah dominasi aset asuransi jiwa yang merupakan
joint venture dari perusahaaan asuransi asing. Jika melihat data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset industri asuransi jiwa menjadi yang terendah dalam tiga bulan terakhir dengan posisi saat ini Rp 596,68 triliun. Namun, masih ada kenaikan sekitar 6% secara tahunan. Di sisi lain, 10 perusahaan dengan aset asuransi jiwa terbesar mendominasi 66,67% dari total aset industri. Perusahaan asuransi jiwa yang merupakan
joint venture mendominasi posisi lima besar.
Adapun, Prudential Indonesia masih tercatat sebagai pemilik aset terbesar senilai Rp 61,44 triliun. Meskipun seperti halnya yang terjadi pada industri, asetnya turun 4,97% secara tahunan.
Baca Juga: Manulife Indonesia & Bank DBS Luncurkan MiFirst Life Protector lewat digibank by DBS Salah satu yang menyebabkan penurunan aset adalah penurunan pendapatan premi neto perusahaan yang juga turun dari Rp 14,88 triliun di kuartal ketiga 2021 menjadi Rp 13,98 triliun d periode satu tahun setelahnya. Chief Marketing Officer Prudential Luskito Hambali bilang pihaknya memahami di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, masyarakat perlu menata ulang prioritas finansial dan pemenuhan kebutuhan mereka. “Di masa sekarang ini masing-masing masyarakat Indonesia dan keluarganya memiliki prioritas finansial yang lebih beragam,” ujar pria yang akrab disapa Kiki ini.
Baca Juga: Dikabarkan Tertarik Akuisisi BNI Life, Ini Kata Prudential Indonesia Sementara itu, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (Manulife Indonesia) menjadi perusahaan dengan aset terbesar kedua dengan nilai Rp 59,15 triliun. Aset Manulife turun tipis sekitar 1,35% secara tahunan. Pendapatan premi neto juga mengalami penurunan di periode ini. Dari periode sembilan bulan pertama di 2021 yang mencapai Rp 8,89 triliun, kini pendapatan premi neto Manulife menjadi Rp 7,46 triliun di sembilan bulan pertama 2022. Chief Bancassurance Officer PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Amy Gochuico mengungkapkan, salah satu hal yang menjadi penyebab penuran premi adalah pengaruh kondisi ekonomi makro. “Tantangan bisnis pasti ada naik turunnya, tapi kami tetap optimis Manulife Indonesia tetap memberikan kontribus. Sekarang kami fokus berinovasi untuk memaksimalkan strategi bisnis,” ujar dia.
Baca Juga: Tidak Ada Niat dari Bank BNI (BBNI) Untuk Menjual BNI Life Selain karena pendapatan premi yang turun, Direktur & Chief Financial Officer Allianz Life Indonesia Edwin Prayitno berpendapat penurunan aset juga dampak dari pertumbuhan aset investasi yang tidak menentu. “Kondisi pasar yang tidak menentu yang mempengaruhi pertumbuhan aset investasi,” ujar dia. Allianz Life mencatat aset investasinya turun dari Rp 33,81 triliun menjadi Rp 30,55 triliun. Itu yang membuat total asetnya mengalami penurunan sekitar 5,76% secara tahunan menjadi Rp 37,11 triliun. Di sisi lain, ketika beberapa perusahaan asuransi
joint venture mengalami penurunan aset, beberapa perusahaan asuransi domestik justru mencatat pertumbuhan total aset yang dimiliki.
Baca Juga: Aksi Akuisisi Asuransi Semakin Semarak Contohnya, IFG Life yang pada periode ini memiliki aset sekitar Rp 30,24 triliun dan naik signifikan dari sebelumnya yang hanya sekitar Rp 125 miliar pada periode sama tahun lalu,
Memang, pendapatan premi IFG Life juga meningkat dari yang hanya Rp 1 juta di periode September 2021 kini menjadi Rp 393,2 miliar. Namun, aset yang besar juga karena ada pengalihan polis Jiwasraya ditambah suntikan PMN ke IFG Life yang mencapai Rp 20 triliun. Sementara itu, BNI Life juga mencatat peningkatan aset sekitar 5,12% dengan nilainya Rp 21,96 triliun. Direktur Keuangan BNI Life Eben Eser Nainggolan bilang, pendapatan premi dan hasil investasi yang mengakibatkan kenaikan aset investasi. “Untuk proyeksi tahun depan, aset diharapkan naik sekitar 8% secara tahunan,” ujar dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati