KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan batubara kini mulai mendiversifikasi bisnis ke sektor energi lainnya. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan, langkah diversifikasi bisnis oleh perusahaan batubara tak hanya terjadi di Indonesia melainkan secara global. Menurut dia, langkah ini pun sebagai antisipasi para produsen mengingat pengembangan energi ke depan akan lebih berbasis energi baru terbarukan (EBT). Kendati demikian, Hendra menilai batubara masih memiliki prospek yang menjanjikan. "Potensi pasar batubara masih sangat potensial," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Minggu (19/12). Selain mulai melirik potensi pengembangan EBT, beberapa perusahaan batubara pun tercatat mulai melirik potensi komoditas mineral khususnya nikel.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Emiten Ritel Jelang Perayaan Natal dan Tahun Baru Hendra menjelaskan, pengembangan komoditas mineral yang mulai dilirik pun semata-mata merupakan pertimbangan bisnis masing-masing perusahaan. "Saat ini dan ke depan proses pengembangan komoditas nikel cukup menjanjikan," kata Hendra. Sementara itu, Direktur PT Bumi Resources Tbk (
BUMI) Dileep Srivastava mengungkapkan, Bumi Group kini memang telah memulai upaya diversifikasi ke sejumlah lini bisnis lain melalui anak usaha. "Bumi Group sedang menjajaki peluang masa depan di luar batubara," ungkap Dileep kepada Kontan.co.id, Minggu (19/12). Dileep mencontohkan, salah satunya melalui proyek gasifikasi yang bakal dilakukan oleh PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia. Kontan mencatat, BUMI melalui anak usahanya PT Kaltim Prima Coal (KPC) menggarap pembangunan fasilitas pengolahan batubara menjadi metanol di Bengalon, Kalimantan Timur. Di proyek tersebut, BUMI selaku bagian dari Grup Bakrie berkolaborasi dengan Ithaca Group dan Air Product.
Baca Juga: Mengenal Pajak Karbon dan Manfaatnya KPC akan berperan sebagai pemasok batubara untuk fasilitas gasifikasi tersebut. Kebutuhan batubara yang mesti disediakan oleh KPC untuk proyek gasifikasi di Bengalon sekitar 5 juta ton—6,5 juta ton per tahun dengan kualitas GAR 4.200 kcal/kg. Ketika beroperasi, pabrik tersebut dapat menghasilkan 1,8 juta ton per tahun metanol. Selain itu, BUMI juga memiliki proyek gasifikasi batubara menjadi metanol yang dilaksanakan oleh anak usaha lainnya, PT Arutmin Indonesia. Pabrik metanol tersebut berlokasi di IBT Terminal, Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Asal tahu saja, batubara yang dibutuhkan untuk memproduksi metanol di sana mencapai 6 juta ton per tahun dengan kualitas GAR 3.700 kcal/kg. Pabrik metanol ini nantinya dapat menghasilkan metanol sebanyak 2,8 juta ton per tahun. Dileep menambahkan, melalui PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), perusahaan berfokus pada pengembangan komoditas mineral seperti emas, tembaga, seng dan timah hitam (lead).
Baca Juga: Usai Akusisi 3,7% Saham CITA, Ini Arah Ekspansi Adaro (ADRO) Selanjutnya, melalui PT Pendopo Energi Batubara, ada sejumlah proyek yang tengah digagas antara lain
hybrid power, energi surya hingga hidrogen dan pemanfaatan teknologi
carbon, capture, utilize and storage (CCUS). "Biaya proyek KPC diperkirakan US$ 2,6 miliar. (Sementara) Arutmin dan Pendopo berada pada tahap kelayakan lanjutan sehingga terlalu dini untuk berkomentar lebih lanjut pada tahap ini," imbuh Dileep. Upaya diversifikasi turut dilakukan oleh PT Bukit Asam Tbk (
PTBA). Bukit Asam tengah menyiapkan langkah dan strategi untuk mewujudkan visi menjadi perusahaan energi dan kimia kelas dunia yang peduli lingkungan. Transformasi ini dilakukan guna mendukung
net zero emission (NZE) di tahun 2060. Destinasi pertama PTBA adalah perusahaan berbasis bisnis energi pada tahun 2026 dengan target pendapatan dari sektor energi sebesar 50% dan bisnis batubara 50%.
Baca Juga: Akselerasi Industri Antara untuk Serap Produk Olahan Smelter Diperlukan Sekretaris Perusahaan PTBA Apollonius Andwie mengungkapkan, beberapa strategi telah disiapkan untuk mencapai tujuan itu. Pertama, peningkatan portofolio pembangkit listrik berbasis EBT. Kedua, proyek hilirisasi batu bara dan
chemical industry development dengan menyiapkan kawasan ekonomi khusus di Tanjung Enim, Sumatra Selatan sebagai area untuk pengembangan bisnis. Ketiga, Carbon Management Program yaitu integrasi target pengurangan karbon dalam operasional pertambangan PTBA.
"Proyek Strategis Nasional ini akan dilakukan di Tanjung Enim selama 20 tahun, dengan mendatangkan investasi asing dari APCI sebesar US$ 2,1 miliar atau setara Rp 30 Triliun," kata Andwie ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (19/12). Andwie melanjutkan, dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG lebih dari 1 juta ton per tahun. Upaya ini juga diharapkan dapat turut memperbaiki neraca perdagangan Indonesia.
Baca Juga: Beberapa Emiten Tambang Batubara Lebarkan Bisnis ke Tambang Logam Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati