KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan batubara menegaskan komitmennya untuk tetap melanjutkan proyek hilirisasi batubara yang sudah direncanakan. Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk (
PTBA) Apollonius Andwie mengungkapkan, pihaknya berkomitmen untuk mendorong hilirisasi batubara sejalan dengan kebijakan pemerintah. Berbagai persiapan pun kini tengah dilakukan oleh PTBA antara lain perolehan izin Kawasan Industri berbasis batu bara atau Bukit Asam Coal Based Industrial Estate di Tanjung Enim dengan luas 585 Ha hingga mengamankan pasokan batubara untuk proyek yang diharapkan mulai produksi pada kuartal II 2025.
"Perusahaan telah menyediakan lahan untuk pembangunan industri hilirisasi yang bekerja sama dengan mitra potensial," kata Apollonius kepada Kontan, Senin (19/6). Apollonius melanjutkan, pihaknya optimistis proyek dapat terlaksana. Selain itu, PTBA mengusulkan agar Kawasan Industri Tanjung Enim ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dengan ini maka ada peluang untuk mendapatkan insentif bagi investor yang berkontribusi dalam pengembangan hilirisasi batubara.
Baca Juga: RUPST 2022: MIND ID Melalui ANTAM Raup Laba Bersih Rp 3,82 Triliun Meski demikian, Apollo tak merinci soal calon mitra pengganti perusahaan asal Amerika Serikat, Air Products yang telah menyatakan mundur dari proyek berkapasitas 1,4 juta ton dimethyl ether (DME) tersebut. "Kami terbuka untuk bekerja sama dengan mitra yang kompeten dalam bidang hilirisasi batubara untuk bersama-sama mengembangkan industri hilirisasi," imbuh Apollo. Sementara itu, PT Bumi Resources Tbk (
BUMI) pun juga belum mengubah rencana untuk kedua proyek hilirisasi oleh anak usahanya, PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia. "Tidak ada perubahan target dari yang disampaikan sebelumnya. Kami berharap dapat mencapai target untuk
commissioning," kata Dileep kepada Kontan, Minggu (18/6). Dileep menjelaskan, pihaknya tetap berupaya untuk menuntaskan proyek tersebut sesuai dengan batas waktu yang diizinkan dalam rencana kerja yang ada. Sementara itu, terkait mitra pengganti Air Products dalam proyek pengolahan batubara menjadi metanol bersama KPC, Dileep memastikan proses negosiasi masih berjalan. "Pengumuman akan dilakukan pada kuartal berikutnya setelah semua pengaturan dengan semua pihak yang terlibat sudah ada termasuk jadwal konstruksi," ungkap Dileep. Dalam proyek hilirisasi batubara, KPC sedianya berkolaborasi dengan Ithaca Group dan Air Product. KPC akan berperan sebagai pemasok batubara untuk fasilitas gasifikasi tersebut.
Kebutuhan batubara yang mesti disediakan oleh KPC untuk proyek gasifikasi di Bengalon sekitar 5 juta ton-6,5 juta ton per tahun dengan kualitas GAR 4.200 kcal per kg. Ketika beroperasi, pabrik tersebut dapat menghasilkan 1,8 juta ton per tahun metanol. Sementara itu, anak usaha BUMI lainnya, PT Arutmin Indonesia disebut bakal menggarap proyek gasifikasi batubara menjadi metanol di Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Proyek tersebut diproyeksi mampu menghasilkan 2,8 juta ton methanol per tahun dengan mengolah input batubara kualitas GAR 3.700 kcal per kg sebanyak 6 juta ton per tahun. Komitmen untuk terus melanjutkan proyek hilirisasi batubara turut disampaikan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (
ADRO). Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira mengungkapkan, pihaknya sedang mempelajari berbagai alternatif dan terus melakukan studi untuk peningkatan nilai tambah batubara. "Adaro juga terus berupaya mengembangkan dan mendiversifikasi bisnis di luar industri batubara dan berkomitmen mentransformasi bisnis menjadi perusahaan yang lebih berkelanjutan melalui green initiative jangka panjang untuk menangkap peluang pertumbuhan di ekonomi hijau," kata Febriati. Meski demikian, Febriati tak merinci lebih detail perkembangan terkini untuk proyek hilirisasi batubara Adaro Indonesia.
Baca Juga: Proyek Smelter Inalum-Antam di Mempawah Tuntas 2025 Kontan mencatat, Adaro Indonesia memiliki rencana untuk Proyek Coal to Methanol/DME yang ditargetkan dapat mulai berproduksi pada 2026. Plh Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno mengungkapkan, masih ada sejumlah tantangan yang menyebabkan hilirisasi batubara di Indonesia belum berjalan optimal. "Harga batubara sangat tinggi dan untuk hilirisasi seperti proyek DME memerlukan infrastruktur (untuk) distribusi," kata Djoko kepada Kontan, Senin (19/6). Djoko menambahkan, proyek hilirisasi batubara pun memerlukan investasi yang cukup besar. Meski demikian, pengembangan hingga hilir untuk sektor batubara dinilai telah dilakukan oleh sejumlah negara. "Beberapa negara yang menjadi benchmark untuk hilirisasi batubara China, Jepang, Jerman dan South Africa," pungkas Djoko. Kontan mencatat, ada sebelas proyek hilirisasi batubara yang direncanakan.
Baca Juga: Begini Jurus Aneka Tambang (ANTM) Siasati Larangan Ekspor Bauksit Pertama, Proyek coal to dimethyl ether (DME) oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan kapasitas produksi 1,4 juta ton per tahun. Proyek ini diharapkan mulai produksi pada kuartal II 2025.
Kedua, Proyek Coal to Methanol oleh PT Kaltim Prima Coal dan PT Kaltim Nusantara Coal dengan kapasitas produksi methanol sebesar 1,8 juta ton per tahun. Proyek ini ditargetkan rampung pada kuartal II 2025.
Ketiga, Proyek Coal to Methanol oleh PT Arutmin Indonesia dengan kapasitas produk 2,95 juta ton per tahun. Proyek ini ditargetkan mulai produksi pada 2026 mendatang.
Keempat, Proyek Coal to Methanol oleh PT Kendilo Coal Indonesia dengan kapasitas produk 300 ribu ton per tahun. Proyek ini ditargetkan mulai produksi pada 2029 mendatang.
Kelima, Proyek Semi Kokas oleh PT Multi Harapan Utama dengan produksi sebesar 500 ribu ton per tahun. Proyek ini direncanakan mulai berproduksi pada 2027.
Keenam, Proyek Coal to Methanol/DME oleh PT Adaro Indonesia yang ditargetkan dapat mulai berproduksi pada 2026.
Ketujuh, Proyek Gasifikasi/Underground Coal Gasification (UCG) oleh PT Kideco Jaya Agung dengan kapasitas produksi ammonia sebesar 100 ribu ton per tahun dan urea sebesar 172 ribu ton per tahun. Proyek ini direncanakan produksi di tahun 2027. Terakhir, Proyek Proyek Coal to Methanol/DME oleh PT Berau Coal dengan kapasitas produk semi kokas sebesar 500 ribu ton per tahun. Proyek ini ditargetkan mulai produksi pada 2029 mendatang Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari