JAKARTA. Industri galangan kapal nasional meminta insentif kepada pemerintah berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP) bahan baku. Menurut Direktur Utama PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Dokja Bahari) Riri Syeried Jetta, saat ini, perusahaan-perusahaan galangan kapal dalam negeri terbebani oleh pungutan PPN itu. Selain itu, mereka juga merasa terbebani oleh pemberlakuan bea masuk impor bahan baku dan mesin produksi. Karena itulah, mereka meminta pemerintah membebaskan kedua pajak itu. "Pada akhirnya, PPN akan mengikis keuntungan,” kata Riri, Rabu (12/5). Bahkan, kedua pungutan itu bisa membuat mereka merugi.Selama ini, kata Riri, beban PPN menyumbang cukup besar terhadap biaya produksi. “Komponen PPN kepada biaya produksi hampir 60%. Laba pembangunan kapal kami biasanya hanya sekitar 7,5% - 12%. Kalau dimakan PPN 4%, keuntungan kami akan menipis. Ketika harus dipangkas biaya lainnya seperti biaya bank, laba kita akan semakin habis,” keluh Riri.Dalam kondisi seperti ini, dia khawatir produsen galangan kapal tak mampu memaksimalkan peluang. Padahal, lanjut dia, pangsa pasar pembuatan kapal di Indonesia cukup besar. Tahun ini saja, Indonesia membutuhkan kapal sekitar 71 unit yang terdiri dari coal carrier, CPO tanker, general cargo dan container vessel.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Perusahaan Galangan Kapal Terbebani Pungutan PPN-DTP
JAKARTA. Industri galangan kapal nasional meminta insentif kepada pemerintah berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP) bahan baku. Menurut Direktur Utama PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Dokja Bahari) Riri Syeried Jetta, saat ini, perusahaan-perusahaan galangan kapal dalam negeri terbebani oleh pungutan PPN itu. Selain itu, mereka juga merasa terbebani oleh pemberlakuan bea masuk impor bahan baku dan mesin produksi. Karena itulah, mereka meminta pemerintah membebaskan kedua pajak itu. "Pada akhirnya, PPN akan mengikis keuntungan,” kata Riri, Rabu (12/5). Bahkan, kedua pungutan itu bisa membuat mereka merugi.Selama ini, kata Riri, beban PPN menyumbang cukup besar terhadap biaya produksi. “Komponen PPN kepada biaya produksi hampir 60%. Laba pembangunan kapal kami biasanya hanya sekitar 7,5% - 12%. Kalau dimakan PPN 4%, keuntungan kami akan menipis. Ketika harus dipangkas biaya lainnya seperti biaya bank, laba kita akan semakin habis,” keluh Riri.Dalam kondisi seperti ini, dia khawatir produsen galangan kapal tak mampu memaksimalkan peluang. Padahal, lanjut dia, pangsa pasar pembuatan kapal di Indonesia cukup besar. Tahun ini saja, Indonesia membutuhkan kapal sekitar 71 unit yang terdiri dari coal carrier, CPO tanker, general cargo dan container vessel.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News