Perusahaan pembiayaan jadi penerbit surat utang terbesar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbagai cara dilakukan perusahaan untuk mendapatkan pendanaan, salah satunya melalui penerbitan surat utang. Dari sejumlah industri yang menerbitkan surat utang, perusahaan pembiayaan yang terbanyak.

Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), penerbitan surat utang nasional pada 2018 mencapai Rp 132,42 triliun. Dari jumlah itu, perusahaan pembiayaan berkontribusi 31,57% dari total penerbitan surat utang. Surat utang ini merupakan total penerbitan obligasi, medium term notes, sukuk serta sekuritisasi.

Artinya, perusahaan pembiayaan menjadi perusahaan yang terbanyak menerbitkan surat utang pada 2018, yakni sebanyak Rp 41,81 triliun. Sepanjang 2018, terdapat 23 perusahaan pembiayaan yang menerbitkan surat itu, baik dari industri multifinance, Pegadaian, SMF, SMI dan lainnya.


Industri perbankan menerbitkan surat utang sebanyak Rp 34,09 triliun. Kemudin dibuntuti industri bahan baku kertas dan kertas Rp 12,07 triliun, dilanjutkan industri energi Rp 7,51 trilliun.

Sesudah itu, industri kontruksi Rp 7,50 triliun, dan telekomunikasi Rp 7,45 triliun. Berikutnya industri seaport Rp 3 triliun, transportasi Rp 2,3 triliun dan perkebunan Rp 2,23 triliun.

Senior Vice President Financial Institution Rating Division PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Hendro Utomo memperkirakan, penerbitan surat utang pada 2019 akan mirip dengan tahun lalu. Pelaku usaha masih mempertimbangkan kondisi pasar dan pemilihan umum (pemilu).

"Pertumbuhannya cenderung rendah karena pelaku pasar masih menghadapi tahun politik. Mereka akan menerbitkan surat utang setelah melihat hasil pemilu," kata Hendro di Jakarta, Selasa (19/2).

Meski menghadapi tahun politik, Hendro berharap penerbitan surat utang tidak terkoreksi. Mengingat, masih banyak perusahaan yang mesti melunasi obligasi jatuh tempo sebesar Rp 111 triliun pada 2019.

Meskipun pembayaran obligasi ini bukan bagian dari pendanaan ulang utang (refinancing), tetap dibayarkan melalui arus kas perusahaan. Biasanya, setelah pelunasan obligasi jatuh tempo diperkirakan mereka akan menerbitkan kembali sehingga bisa mengerek penerbitan di tahun ini.

Pertumbuhan penerbitan surat utang juga dipengaruhi oleh kekhawatiran akan kenaikan suku bunga perbankan. Alhasil, perusahaan mengganti utang perbankan dengan pinjaman lain berbunga lebih stabil dan tenor cukup panjang seperti obligasi.

"Misalnya ekspetasi bunga bank naik tetapi bunga kupon rendah, dan kurs rupiah stabil. Mereka bisa memilih untuk menerbitkan emisi surat utang di awal tahun, " pungkas Hendro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati