Perusahaan pembiayaan minta perlindungan hukum



JAKARTA. Pekan lalu, massa merusak kantor cabang Federal International Finance (FIF) Tasikmalaya, Jawa Barat. Penyebabnya, salah satu debitur FIF keberatan dengan penagihan FIF yang dianggap kurang santun. Sebulan lalu, massa juga mengamuk di Kantor PT Adira Dinamika Multifinance, dengan alasan sama.

Kedua multifinance ini mengklaim, jasa penagihan utang mereka selama ini telah memenuhi standar internal penagihan, yang mengedepankan cara persuasif. Suhartono, Presiden Direktur FIF mengatakan, penagihan FIF selama ini dilakukan oleh internal dan tidak menggunakan jasa penagihan utang atau debt cellector. "Selama ini yang melakukan penagihan utang adalah karyawan FIF yang sudah terstandarisasi," terang Suhartono, Senin (30/4).

Prosedur operasi standar (SOP) FIF di seluruh daerah sama. SOP di seluruh kantor cabang FIF daerah sama dengan kantor pusat. Suhartono juga meyakinkan, prosedur penagihan kepada debitur selalu mengedepankan jalan persuasif. Mulai pengiriman tiga surat peringatan jika debitur terlambat lebih dari sebulan.


FIF juga menelepon langsung ke debitur untuk mengingatkan pembayaran. Suhartono mengatakan, pihaknya tidak asal menarik barang tapi juga lewat beberapa pemberitahuan.

Kerugian akibat kerusakan kantor FIF di Tasikmalaya memang kecil, hanya sekitar Rp 20 juta. Namun, FIF tetap akan menempuh jalur hukum atas perusakan kantor cabang tersebut. "Polisi setempat menjamin secara hukum, karena FIF telah memiliki izin untuk mendirikan kantor. "Polisi harus menjamin keamanan karena secara etika bisnis dalam penagihan kami tidak melanggar etika penagihan," terang Suhartono.

Tidak hanya mengambil langkah hukum untuk penyelesaian kasus perusakan kantor FIF, Suhartono juga berniat bertemu Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) guna membahas posisi multifinance. FIF akan membicarakan soal posisi dan perlindungan multfinance dalam menjalankan tugas, sekaligus cara dan etika penagihan jasa ke debitur.

Suhartono mengakui, kendala penagihan di daerah cenderung lebih sulit ketimbang di perkotaan. Industri multifinance merasa perlu mendapat perlindungan hukum untuk mendapatkan hak lewat penagihan ke debitur.

Kejadian ini, telah mendorong perbaikan FIF, terutama dalam tata cara penagihan debitur. FIF akan melakukan pendekatan manajemen dan pembinaan agar terjalin hubungan yang baik. "Etika bisnis kami junjung dengan mengedepankan komunikasi. Selain itu, kami akan meningkatkan keamanan lewat pemasangan CCTV," tutur Suhartono.

I Dewa Made Susila, Direktur Keuangan, Adira Dinamika Multifinance mengatakan, penanganan debitur di daerah memang perlu ekstra kehati-hatian. Adira membuat standardisasi daerah tersendiri tentang aturan penagihan ke debitur. Untuk menghindari penagihan atau penarikan barang yang dapat berujung pada konflik, Adira Finance tidak memakai jasa debt collector.

Dewa mengatakan, total 32.000 karyawan Adira Finance adalah karyawan tetap. "Kami tidak menggunakan jasa tenaga kerja dari luar terutama untuk penagihan. Kami ingin seluruh karyawan kami memiliki tanggung jawab kepada perusahan," terang Dewa.

Penyerangan yang terjadi di beberapa kantor multifinance biasanya bersegmen pada kelas menengah ke bawah. Agar kejadian tidak terulang kembali, multifinance perlu melakukan klasifikasi pemilihan calon debitur.

Mulabasa Hutabarat, Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Bapepam-LK mengatakan, pihaknya telah mendengar kabar amukan massa di kantor multifinance. "Kami meyayangkan peristiwa tersebut. Kami akan diskusi dengan industri terkait kondisi ini mengenai posisi hukum multifinance," kata Mulabasa.

Tidak menutup kemungkinan Bapepam LK juga akan membuat aturan soal tata cara penagihan perusahaan multifinance ke nasabah. "Bisa saja kami atur, nanti kita liat dulu kondisinya," imbuh Mulabasa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri