Perusahaan pengolah kopra inginkan bea keluar kopra



JAKARTA. Usulan Forum Komunikasi Perkelapaan Indonesia (Fokpi) supaya pemerintah menerapkan bea keluar (BK) kopra belum juga dipenuhi. Padahal, sudah lebih dari dua tahun kalangan industri kelapa di Tanah Air meminta pemberlakuan BK kelapa ini.

Donatus Gede Sabu, Sekretaris Jenderal Fokpi menyayangkan, sikap pemerintah yang sepertinya tidak menganggap serius usulan tersebut dan sepertinya tidak peduli pada industri kelapa (kopra) dalam negeri. Padahal, "Bea masuk ini merupakan bentuk jaminan ketersediaan bahan baku bagi industri pengguna kelapa," kata Donatus kepada KONTAN, Jumat (7/1).

Keinginan Fokpi tersebut beralasan. Produksi kopra dalam negeri relatif cukup. Di tahun 2011, produksi kopra mencapai 3 juta ton. Namun hanya sekitar 50% yang terserap industri lokal, dan sisanya diekspor ke luar negeri.


Salah satu sebab penyerapan kopra dalam negeri belum maksimal adalah karena harga di dalam negeri sering tidak menguntungkan petani. Ambil contoh yang dialami Andreas Mintariat, produsen kopra di Lampung.

Andreas mengatakan, ia bisa memproduksi sekitar 20 ton kopra setiap tahun, yaitu dari kebun kelapa yang ia miliki. Tetapi ia terpaksa menjual kopranya ke pasar ekspor, diantaranya ke India. Pasalnya, jika ia menjual kopra ke pasar dalam negeri, ia rugi.

Ia mengaku pernah mendapat tawaran pembelian dari pengepul kopra. Pengepul tersebut hanya berani membeli kopra dengan harga sekitar Rp 5.000 hingga Rp 5.400 per kilogram. "Padahal biaya produksi kopra itu sebesar Rp 7.600 per kg," katanya.

Wajar kalau Andreas yang telah memiliki jalur ekspor ini memilih mengekspor kopranya. Bila benar biaya memproduksi kopra sebesar Rp 7.600 per kg, harga kopra di tingkat petani memang kurang menarik. Misalnya saja, harga kopra di petani di awal tahun ini hanya sekitar Rp 8.000 per kg. Sementara harga di tingkat pabrik pengolahan kopra mencapai Rp 9.000 hingga Rp 10.000 per kg.

Menurut Donatus, harga kopra di awal tahun ini memang tidak terlalu bagus. Menurut hitungannya, tahun lalu harga kopra berada di kisaran Rp 10.000 hingga Rp 12.000 per kg.

Itulah sebabnya, petani semakin kurang tertarik memasarkan kopranya ke pengolah kopra di dalam negeri. Karena itu, ada pula gagasan agar pemerintah menetapkan harga minimal kopra di dalam negeri, sehingga lebih menguntungkan.

Pemerintah sendiri rupanya belum sepandangan dengan para pebisnis kopra. Ini terlihat jelas dari pernyataan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Deddy Saleh.

Ia mengatakan penerapan BK kopra belum perlu. Alasannya, ekspor kopra belum mengganggu industri kopra. "Kita sudah membahas. Tim tarif mengatakan belum signifikan untuk diterapkan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can