Perusahaan Sawit hingga Chip Malaysia Terpaksa Menolak Pesanan karena Krisis Pekerja



KONTAN.CO.ID - KUALA LUMPUR. Perusahaan Malaysia yang bergerak di industri kelapa sawit terpaksa menolak pesanan karena mengalami kekurangan pekerja. Kondisi ini dikhawatirkan akan mengancam pemulihan ekonomi negara pasca-pandemi.

Minimnya jumlah pekerja, terutama pekerja asing, pada awalnya terjadi karena pembatasan imigrasi terkait Covid-19. Namun, ketika pembatasan dicabut pun Malaysia belum melihat tanda-tanda pengembalian pekerja migran dari agensi terkait.

Dilansir dari Reuters, tertundanya kedatangan pekerja asing ini disebabkan oleh lambatnya persetujuan pemerintah dan negosiasi yang berlarut-larut dengan Indonesia dan Bangladesh mengenai perlindungan pekerja.


Malaysia yang menjadi salah satu pemain utama dalam rantai pasokan minyak sawit global sampai saat ini sangat bergantung pada jutaan orang asing untuk pekerjaan di sektor pabrik dan perkebunan. Sektor ini cenderung dijauhi penduduk setempat karena dianggap kotor, berbahaya, dan sulit.

Baca Juga: Stok Minyak Sawit Malaysia Akhir Mei Turun Karena Ekspor Melonjak

Produsen jelas takut kehilangan pelanggan ke negara lain di tengah meningkatnya permintaan minyak beberapa waktu belakangan. Kelompok yang membentuk hampir seperempat dari ekonomi Malaysia ini khawatir ekonomi negaranya akan terpengaruh secara signifikan.

"Meskipun ada optimisme yang lebih besar dalam prospek dan peningkatan penjualan, beberapa perusahaan sangat terhambat dalam kemampuan mereka untuk memenuhi pesanan," kata Soh Thian Lai, presiden Federasi Produsen Malaysia, yang mewakili lebih dari 3.500 perusahaan.

Kekurangan 1,2 Juta Pekerja

Malaysia saat ini mengakui kekurangan setidaknya 1,2 juta pekerja di bidang manufaktur, perkebunan dan konstruksi. Dampak dari kekurangan ini semakin buruk setiap harinya karena permintaan tumbuh dengan meredanya pandemi.

Mengutip Reuters, manufaktur kekurangan 600.000 pekerja, konstruksi membutuhkan 550.000, industri kelapa sawit melaporkan kekurangan 120.000 pekerja, pembuat chip kekurangan 15.000 pekerja, dan pembuat sarung tangan medis membutuhkan 12.000 pekerja.

Baca Juga: Industri Sawit Malaysia Terancam Merugi karena Krisis Tenaga Kerja

Pembuat chip juga diketahui telah menolak pelanggan. Sama seperti sektor sawit, masyarakat setempat juga tidak tertarik bekerja di industri ini. Banyak dari mereka yang bergabung hanya bekerja selama setengah tahun sebelum akhirnya keluar.

Industri minyak kelapa sawit, yang menyumbang 5% bagi perekonomian Malaysia, menyebut 3 juta ton kelapa sawit siap panen bisa hilang tahun ini karena tidak ada yang memetik hingga busuk di pohon. Jika ditaksir, kerugiannya bisa lebih dari US$4 miliar.

Sejalan dengan itu, industri sarung tangan karet memperkirakan US$700 juta pendapatan yang hilang tahun ini jika kekurangan tenaga kerja terus berlanjut.

Indonesia dan Bangladesh, dua pengirim pekerja terbanyak, mengatakan bahwa hak-hak pekerja adalah bagian dari hambatan dalam mencari pekerja migran. Sebagian besar masih khawatir atas perlindungan pekerja, terutama setelah AS menemukan adanya dugaan kerja paksa selama dua tahun terakhir.