KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Per 13 September 2018, industri mineral menyumbang 30% dari total realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor mineral dan batubara (minerba). Perusahaan yang berbasis pada penjualan komoditas emas mendominasi sebagai pembayar terbesar untuk PNBP di sektor ini. Rinciannya, PT Freeport Indonesia menjadi penyumbang terbesar, sebesar Rp 3,02 triliun, dengan royalti Rp 3,01 triliun dan iuran tetap Rp 5,94 miliar. Disusul oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara dengan Rp 310 miliar, dengan Rp 309 miliar royalti dan Rp 1,33 miliar iuran tetap. Sementara diposisi ketiga ada PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) dengan Rp 243,88 miliar, yakni Rp 237,21 miliar royalti dan Rp 6,67 miliar iuran tetap. Menurut Direktur Utama Antam Arie Prabowo Ariotedjo, kontribusi terhadap PNBP yang meningkat dari perusahaannya didorong peningkatan performa penjualan komoditas, baik dari penjualan ekspor maupun penjualan domestik. Arie bilang, jumlah sekitar Rp 243 miliar itu adalah kontribusi Antam terhadap PNBP hingga periode semester I-2018.
Jumlah tersebut meningkat signifikan bila dibandingkan dengan periiode sama tahun lalu. “PNBP Antam pada semester I tahun 2017 tercatat sekitar Rp 93 miliar,” ujar Arie. Arie menuturkan, saat ini Antam fokus terhadap tiga komoditas, yakni emas, nikel dan bauksit. Namun, hingga semester I-2018, komoditas emas masih menjadi penunjang utama kinerja pendapatan Antam dengan kontribusi sebesar Rp 8,20 triliun atau 69% dari total penjualan bersihnya. Penjualan emas Antam sampai pada Agustus 2018 sudah sebesar 18,09 ton. Terdiri dari 10,72 ton penjualan domestik, dan 7,37 ton penjualan ekspor. Total produksi emas hingga akhir tahun ini ditargetkan sebesar 25,4 ton. Sedangkan untuk penjualan ekspor dan domestik masing-masing ditargetkan sebesar 12,3 ton dan 13 ton. “Kalau target mungkin bisa minimal 26 ton sampai akhir tahun. Tapi yang ekspor kita kurangi karena permintaan dalam negeri melonjak,” imbuh Arie saat dikonfirmasi Kontan.co.id, Minggu (23/9). Arie menuturkan, permintaan domestik meningkat sejak terjadinya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Termasuk pengaruh dari menguatnya posisi dolar AS terhadap mata uang dunia, termasuk Indonesia. Sebagai contoh, lanjut Arie, pada paruh pertama 2018, rata-rata penjualan dalam negeri adalah 1,1 ton per bulannya. Namun, pada bulan Juli, pasar dalam negeri menyerap sebanyak 2,2 ton, dan 2,6 ton pada bulan Agustus. “Bahkan status penjualan sampai dengan 20 september sudah tercapai 2,6 ton. Dengan melemahnya rupiah, permintaan emas meningkat, masyarakat menambahkan posisi portofolio investasi emas yang merupakan
safe haven, meningkatkan manufaktur dan penjualan logam mulia di dalam negeri” jelas Arie. Berbeda dengan Antam, menurut Senior Manajer Corporate Communication PT Agincourt Resources Katarina Siburian Hardono, tidak ada pengaruh signifikan soal kurs rupiah terhadap dollar AS. Pasalnya, penjualan dari Agincourt ditujukan untuk pasar ekspor. “Tidak ada pengaruhnya. Semuanya kita ekspor, tidak ada yang dialokasikan ke domestik,” kata Katarina. Terkait dengan PNBP, menurut data forecast kuartal II 2018, dalam setahun Agincourt Resources memiliki potensi kontribusi melalui royalti emas dan perak sebesar US$ 20,8 juta atau setara dengan Rp 307 miliar. Sedangkan soal acuan harga, baik Agincourt maupun Antam memiliki kesamaan. Yakni mengacu pada London Metal Exchange (LME). “Harga emas Antam selalu mengacu kepada harga LME plus biaya manufaktur & margin. Sepintas kalau melihat pergerakan harga emas LME dalam dolar AS, harga tahun ini lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. (untuk harga) per Sabtu lalu (22/9) Rp 663.000 per gram,” ungkap Arie. Dari sisi kinerja hingga akhir tahun, Antam dan Agincourt pun optimistis bisa mencapai angaka yang telah ditargetkan. “Sejauh ini produksi kami masih on
track, sudah mencapai lebih dr 70% target. Penjualan lebih tinggi karena produksi juga lebih tinggi. Strateginya tetap mengacu pada MIP dan memacu produksi agar bisa mencapai target,” ujar Katarina.
Untuk Antam sendiri, kata Arie, seiring dengan tren positif kenaikan harga komoditas dan pertumbuhan tingkat permintaan pasar, pihaknya akan mengoptimalkan kinerja produksi tambang dan pabrik-pabrik pengolahan. “Tren ini belum bisa kita prediksi sampai kapan. Mungkin sampai gejolak mata uang dunia terhadap dolar AS mereda,” tandas Arie. Sementara untuk soal PNBP, secara keseluruhan berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi PNBP sektor minerba sudah 104,54% dari target. Yakni sebesar Rp 33,55 triliun, dari target yang dipatok hingga akhir tahun sebesar Rp 32,09 triliun. Sektor mineral menyumbang Rp 6,09 triliun dan dari batubara sebesar Rp 27,45 triliun. Untuk mineral, angka tersebut didapat dari iuran tetap sebesar Rp 251,8 miliar, dan royalti sebesar Rp 5,84 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat