Perusahaan Thailand RATCH Group Akuisisi PLTU Paiton Milik Mitsui



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan pembangkit asal Thailand, RATCH Group Public Company Limited resmi merampungkan proses akuisisi keseluruhan saham Mitsui & Co di PT Paiton Energy, operator PLTU Paiton 7 dan 8 di Jawa Timur, Indonesia.

Divestasi atau proses akuisisi PLTU dengan kapasitas keseluruhan 2.045 megawatt (MW) atau gigawatt (GW) telah rampung pada 30 April 2024 waktu Eropa.

Melansir Asia Today, setelah proses akuisisi selesai, anak perusahaan RATCH yaitu RH International (Singapore) Corporatation Pte. RATCH Group akan memiliki 36,26% saham di Paiton Energy dan Minejesa Capital B.V yang telah dilepas oleh Mitsui.


Sisa saham 9,255% didivestasikan PT Medco Daya Energi Sentosa (MDES), anak perusahaan PT Medco Daya Abadi Lestari dan pemegang saham Paiotan saat ini, PT Medco Energi International Tbk (MEDC).

Baca Juga: Proses Divestasi PLTU Paiton Mandek, Sejak Dulu Aset Ini Jadi Objek Jual Beli

Untuk diketahui, RATCH Group telah menyiapkan investasi sekitar US$ 590,67 juta  untuk mengakuisisi 36,26% saham Mitsui tersebut.   Sebelumnya, Mitsui mengumumkan nilai divestasi atas aset PLTU Paiton itu mencapai sekitar 109 miliar yen atau sekitar US$ 698,89 juta atau setara dengan Rp 11,31 triliun (asumsi kurs Rp103,84 per yen).

Chief Executive Officer RATCH Group Public Company Limited Nitus Voraphonpiput menuturkan, akuisisi saham Mitsui di Paiton akan memperkuat komitmen jangka panjang perusahaan untuk mengembangkan bisnis di Indonesia.

"Investasi ini secara langsung meningkatkan kapasitas komersial perusahaan menjadi 9.038,04 MW dan memperuas bisnis korporasi dan pemeliharaan, sehingga akan menambah nilai ekonomi dan kekuatan keuangan perusahaan," kata Nitus dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (7/5).

Ia menambahkan perusahaan akan mendukung kinerja dan operasional PT Paiton Energy dalam hal produksi listrik untuk keamanan pasokan energi di Indonesia.

Selain itu, Nitus berharap investasi ini dapat menciptakan kemitraan baru untuk menjajaki peluang investasi di sektor pembangkitan dan bisnis terkait di Indonesia di masa mendatang.

"Termasuk menjajaki peluang kerja sama pengembangan energi baru terbarukan di masa depan," tandasnya.

Sebagai tambahan informasi, RATCH memiliki aset di sektor gas, batubara dan dua pembangkit listrik tenaga air di Indonesia, dengan total kapasitas listrik sebesar 1.009,72 MW.

PLTU Paiton terdiri dari tiga unit pembangkit listrik, yaitu Unit 7 dan Unit 8 yang berkapasitas 1.230 MW dan beroperasi sejak 1999. Sementara Unit 3 berkapasitas 815 MW mulai beroperasi pada 2020. Total aset yang didivestasikan dalam akuisisi ini yaitu ketiga PLTU di atas dengan total kapasitas 2.045 MW.

Ketiga unit pembangkit listrik Paiton tersebut telah dijamin dengan perjanjian jual beli listrik jangka panjang dengan PLN yang masa kontraknya akan berakhir pada 2042. Dari transaksi ini, perusahaan akan merealisasikan kapasitas ekuitas sebesar 742 MW.

Baca Juga: PLN Catat Pemanfaatan FABA dari PLTU Mencapai 1,45 Juta Ton hingga Juni 2023

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institue for Essential Services Reform (IESR) Febby Tumiwa menyatakan pemerintah dan PLN perlu mencermati sejumlah keputusan yang akan dibuat pengelola baru PLTU Paiton 7 & 8 di Jawa Timur tersebut.

Pasalnya, menurut Fabby, keputusan-keputusan baru yang mungkin diambil RATCH Group selepas divestasi bakal memiliki implikasi serius pada keandalan listrik, rencana net zero emission (NZE) nasional, hingga peta jalan pensiun dini PLTU yang telah dijadwalkan pemerintah sampai 2050 mendatang.

Lebih lanjut, Fabby menuturkan, keluarnya Mitusi dari PLTU Paiton menunjukkan bahwa bisnis PLTU sudah menarik lagi untuk masa depan. Terlebih dengan keluarnya Perpres 112 yang menyatakan bahwa PLN tidak boleh membangun PLTU dan swasta pun tidak boleh.

“Saya berharap manajemen baru mungkin mereka bisa mempertimbangkan juga untuk menghentikan operasi PLTU Paiton lebih awal sebelum kontraknya berakhir,” ujar Fabby kepada KONTAN, Senin (6/5).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi