Perusahaan Untung Justru Buntung di Bursa



NEW YORK. Perusahaan yang mencetak keuntungan tinggi tidak selalu tampil cemerlang di bursa saham. Contohnya adalah Brown Forman Corp, serta Johnson & Johnson.


Brown-Forman merupakan produsen wiski Jack Daniels dan liquor Southern Comfort. Sedangkan Johnson & Johnson adalah penghasil produk rumah tangga dan kesehatan terbesar di dunia.

Berdasarkan indeks Standard and Poor's (S&P), Brown Forman dan J&J termasuk 30 perusahaan yang mengalami kenaikan nilai di bawah 10% sepanjang tahun ini. Keduanya dinilai tidak pantas berada di kelompok itu karena mereka justru mencetak pertumbuhan laba di tahun ini.

Para pengamat korporasi menilai, kinerja Brown Forman dan J&J terpuruk di bursa karena manajemen kedua perusahaan tersebut mengabaikan performa dan pergerakan harga saham di lantai bursa. Paul Varga yang merupakan Chief Executive Officer (CEO) Brown Forman, dan William Weldon, CEO J&J, digelari sebagai pimpinan perusahaan yang paling lamban merespons rebound di bursa saham.

Harga saham kedua perusahaan itu terjun bebas setelah dilepas oleh pengelola dana besar, seperti Raiffeisen, Cap Management, serta Credit Andorra, ketika awal krisis finansial, akhir tahun lalu. Kini, para investor mulai mengincar lagi saham kedua perusahaan itu. "Rally di bursa saham membuka peluang bagi kami," ujar seorang sumber di Herbert Petrus, pengelola dana di Austria. Herbert yang memiliki dana kelolaan sebesar US$ 36 miliar, ikut memborong saham J&J.

Dengan mengolah data dari kantor konsultan keuangan, Stern Stewart & Co’s, ada 215 perusahaan di kelompok S&P 500 yang mencetak kenaikan harga saham tertinggi di 2009, berdasarkan metode perhitungan enterprise value (EV).

Data yang diolah kantor berita Bloomberg memperlihatkan, 32 perusahaan di antaranya mampu meningkatkan penjualan. Paling tidak, mereka menderita penurunan lebih kecil daripada 5,9%. Sementara median kenaikan harga saham untuk kelompok perusahaan itu 10%.

Editor: Syamsul Azhar