KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) saat ini dan mantan presiden menyampaikan pesan Natal dengan nada yang kontras. Presiden Joe Biden dari Partai Demokrat mengajak masyarakat Amerika untuk bersatu dan merenung, sementara mantan Presiden Donald Trump dari Partai Republik menyampaikan ucapan Natal yang disertai kritik terhadap lawan politiknya. Biden menyampaikan pesan melalui narasi dalam video tur dekorasi Natal Gedung Putih yang dipublikasikan di YouTube pada malam Natal. Dalam video tersebut, Biden mengajak rakyat Amerika untuk mengesampingkan segala kebisingan dan hal-hal yang memecah belah bangsa.
"Kita ada di dunia ini untuk saling peduli dan mencintai," ujar Biden dalam narasinya, diiringi visual pohon Natal dan perapian yang dihiasi di Gedung Putih.
Baca Juga: Donald Trump Wacanakan Hukuman Mati Bagi Pemerkosa dan Pembunuh "Terlalu sering kita melihat satu sama lain sebagai musuh, bukan sebagai tetangga atau sesama warga Amerika," lanjutnya. Biden mengimbau masyarakat untuk mengambil momen refleksi guna memperlakukan satu sama lain dengan martabat dan rasa hormat, serta untuk "hidup dalam terang." Ia juga mengingatkan bahwa rakyat Amerika memiliki lebih banyak kesamaan yang dapat menyatukan mereka dibandingkan perbedaan yang memecah belah. "Kita benar-benar diberkati bisa tinggal di negara ini," katanya. Sementara itu, Trump memulai Hari Natal dengan pesan "Selamat Natal" melalui platform media sosialnya, Truth Social. Ia menyertakan foto dirinya bersama istrinya, Melania, disusul lebih dari dua lusin unggahan yang mendukung posisi politiknya terkait berbagai isu, seperti calon Menteri Pertahanan Pete Hegseth, serta gagasannya untuk mengakuisisi Greenland dan Terusan Panama.
Baca Juga: Pemerintahan Donald Trump Siap Membawa AS Keluar dari WHO Trump kemudian mempublikasikan pesan Natal yang lebih panjang, yang berisi klaim bahwa militer Tiongkok mengendalikan Terusan Panama, serta kritik terhadap Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Biden, dan Partai Demokrat. "Selamat Natal untuk Kaum Gila Kiri Radikal yang terus-menerus berupaya mengganggu sistem peradilan dan pemilu kita," tulis Trump. Ia juga menyebut, "Jika Kanada menjadi negara bagian ke-51 Amerika Serikat, pajak mereka akan turun lebih dari 60%." Biden, yang menjabat pada 2021 dengan janji mengakhiri polarisasi politik, memutuskan untuk tidak mencalonkan diri kembali dalam pemilu 2024. Namun, hingga saat ini, tingkat polarisasi di Amerika justru meningkat, termasuk selama kampanye 2024 yang mempertemukan kembali Biden dan Trump, sebelum Wakil Presiden Kamala Harris mengambil alih sebagai kandidat Demokrat.
Baca Juga: Senator Desak Biden Perpanjang Tenggat 90 Hari untuk TikTok di AS Kongres AS yang baru diperkirakan akan menjadi salah satu yang paling terpolarisasi sepanjang sejarah. Sementara itu, Trump terus menyerukan langkah-langkah radikal, termasuk penuntutan terhadap lawan politiknya, pengambilalihan Terusan Panama oleh AS, dan restrukturisasi pemerintah federal.
Editor: Noverius Laoli