Peserta amnesti pajak periode II tercatat 211 ribu



JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat hingga Sabtu (31/12) pagi jumlah wajib pajak (WP) yang menjadi peserta program amnesti pajak periode kedua mencapai 211 ribu WP

Jumlah tersebut merupakan jumlah keseluruhan peserta, baik kuasa maupun WP pribadi yang terdata dari seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Indonesia.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, jumlah tersebut memang lebih kecil ketimbang periode sebelumnya. Asal tahu saja, jumlah peserta amnesti pajak pada periode pertama tercatat 393.358 WP.


"Banyak yang sudah berpartisipasi di periode pertama karena tarifnya memang lebih kecil ketimbang periode kedua yang tarifnya 3%," katanya di kantor pusat DJP.

Sementara itu, ia juga mencatat secara keseluruhan hingga pagi ini total uang tebusan telah mencapai Rp 9,5 triliun sejak periode kedua berlangsung. Adapun jumlah harta deklarasi saja tercatat sebesar Rp 800 triliun. "Paling banyak dari dalam negeri saja. Dari semua wilayah," ujarnya.

Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Irwan Lubis merinci bahwa per 27 Desember 2016, realisasi dana repatriasi yang telah ditampung oleh bank nasional maupun gateway lainnya baru mencapai Rp 89,6 triliun. Angka tersebut baru 63,6% dari total komitmen repatriasi pajak (tax amnesty) sebesar Rp 141 triliun.

Adapun Hestu mengatakan, DJP masih akan menunggu WP yang ingin berpartisipasi dalam amnesti pajak periode kedua ini. Ia mengingatkan, hari ini adalah hari terakhir untuk WP merealisasikan repatriasi. Tercatat, jumlah komitmen untuk repatriasi adalah Rp 141 triliun.

Jika dana repatriasi tersebut tidak terealisasi maka akan ada risiko yang harus ditanggung wajib pajak, yaitu pasal 13 Undang-undang pengampunan pajak. Jika harta yang sudah dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) untuk direpatriasi, tetapi tidak terealisasi akan dihitung sebagai harta tambahan tahun 2016.

Harta tersebut akan dikenai pajak penghasilan (PPh) dengan tarif 2% per bulan, hingga diterbitkannya surat ketetapan pajak. “Artinya, harta yang sudah mereka declare itu dianggap sebagai penghasilan tahun 2016, dikenakan pajak normal, tarifnya normal lagi,” kata Hestu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto