Dua tahun terakhir, permintaan kapal pesiar terus meningkat. Pesanan datang dari pemda, perusahaan tambang, pariwisata, dan beberapa orang kaya. Perusahaan galangan kapal meningkatkan kapasitas produksi dan memperluas lahannya. Jauh dari keriuhan kota, terlihat kesibukan di tepian Sungai Cisadane, kawasan Tanjung Burung, Teluk Naga, Tangerang, Kamis (2/8) siang. Di sebuah galangan kapal, puluhan pekerja tengah merampungkan bagian interior sebuah kapal pesiar. Kapal yang bagian luarnya berwarna putih itu merupakan pesanan salah satu pemerintah daerah (pemda) di kawasan Indonesia Timur. Pembangunannya telah dimulai sejak tahun lalu dan diperkirakan akan selesai dalam beberapa bulan lagi. “Setelah finishing ruang dalam selesai, segera diuji coba,” kata salah satu karyawan yang mengantar KONTAN. Memiliki panjang 32 meter, kapal yang di dalamnya bak kamar hotel berbintang itu pun terlihat paling besar ketimbang kapal-kapal di sekitarnya. Sekitar tujuh kapal terlihat di galangan kapal milik PT Marathon Pacific Marines. Beberapa di antaranya merupakan kapal-kapal yang baru dirakit. Sebagian lagi adalah kapal yang tengah menunggu proses perbaikan. Selain PT Marathon Pasific Marines, ada sejumlah galangan kapal yang berdiri di tepian Sungai Cisadane. Beberapa di antaranya merupakan galangan kapal baru. “Di Tanjung Burung, ada sekitar 10 galangan kapal baru,” tutur Bobby Halim, Direktur PT Marathon Pacific Marines. Dua tahun terakhir ini, industri pembuatan kapal pesiar memang terus menggeliat. Permintaan pembuatan kapal terus berdatangan. Bobby bilang, permintaan pembuatan kapal-kapal baru banyak berdatangan dari kawasan Indonesia Timur. Maklum, infrastruktur untuk transportasi darat di daerah-daerah yang terletak di kawasan Indonesia Timur masih belum memadai. Tak heran jika transportasi laut maupun udara tetap menjadi andalan. Bobby mengaku mendapat banyak pesanan kapal dari beberapa pemda di kawasan Indonesia Timur, seperti Sulawesi, Maluku, dan Papua. “Di sana, gubernur dan bupati banyak yang menggunakan kapal sebagai angkutan dalam perjalanan dinas,” kata Bobby.Selain kapal untuk kendaraan dinas para pejabat daerah, beberapa pemda juga memesan kapal-kapal untuk keperluan lain. Misalnya, kapal penumpang terbatas, kapal untuk fasilitas pengangkutan kesehatan, kapal untuk patroli, dan lainnya. “Jadi, satu pemda tak hanya memesan satu jenis kapal,” ujar Bobby yang mendapatkan pesanan kapal pesiar sepanjang 32 meter senilai Rp 26 miliar per unit, tahun lalu. Pesatnya pertumbuhan industri pariwisata juga berperan mendongkrak permintaan kapal pesiar. Banyak pengusaha hotel maupun pariwisata yang berlomba melengkapi fasilitas usahanya dengan kapal pesiar. Maklum, kawasan Indonesia Timur menyimpan potensi alam yang menakjubkan. Terutama, pemandangan di bawah laut, seperti di Raja Ampat dan Wakatobi yang menjadi incaran para turis dari berbagai belahan dunia. Tak heran, banyak pelancong yang penasaran ingin melihatnya.Hanya, lanjut Bobby, pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dari 10% jadi 70% terhadap kapal mewah sedikit mengganjal usahanya. “Permintaan swasta berkurang karena harga kapal menjadi sangat mahal,” ujarnya. Jika sebagian besar pesanan Bobby berasal dari pemda, pesanan yang datang ke galangan kapal milik Johannes lebih berasal dari kalangan swasta. “Ada yang pribadi atau perusahaan,” ujar pemilik CV Millenium Marine Division ini. Pesanan perseorangan biasanya datang dari pengusaha-pengusaha pemilik perusahaan besar di negeri ini. Sementara, pesanan dari perusahaan, biasanya berasal dari perusahaan tambang di luar Jawa. “Banyak dari perusahaan tambang di Halmahera, Kalimantan, dan Sulawesi,” terangnya. Reparasi juga untungTak ketinggalan, perusahaan bidang pariwisata pun mulai memesan kapal pesiar kepadanya. “Mereka sudah pesan dua unit kapal,” ujar Johannes. Dalam setahun, Johannes bisa mengerjakan empat hingga lima kapal-kapal yang memiliki kelengkapan fasilitas layaknya hunian mewah. Saat ini, permintaan paling banyak adalah kapal-kapal dengan ukuran panjang antara 13 meter hingga 14 meter. Untuk membangun sebuah kapal pesiar berukuran itu, Johannes membutuhkan waktu antara tiga bulan hingga empat bulan. Ia membanderol harga kapal-kapal itu berkisar Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar. Demi memenuhi permintaan yang meningkat, Johannes berencana menambah kapasitas produksi. Ia ingin memperluas galangan kapal yang ada saat ini, yakni seluas 2.000 (m²) menjadi 6.000 m². Tak hanya membuat kapal-kapal baru, permintaan reparasi kapal-kapal juga meningkat. Maklum, Bobby bilang, saat ini, kapal-kapal bekas buatan luar negeri ikut membanjiri pasar kapal pesiar di Indonesia. Asal tahu saja, keuntungan dari restorasi kapal bekas ini juga lumayan besar. Selain perbaikan ruang-ruang dalam kapal, reparasi juga termasuk perbaikan desain kapal. Seperti yang terlihat di Marathon, Bobby harus memundurkan dek atas lantaran letaknya terlalu ke depan. “Itu akan membuat kapal berjalan tak seimbang saat kecepatan tinggi,” ujarnya. Lantaran perbaikan yang dilakukan cukup besar, tak heran, biaya pengerjaannya bisa berkisar Rp 500 juta hingga Rp 800 juta.Selain itu, Bobby juga menerima pekerjaan perawatan kapal, seperti pengecatan ulang, pembersihan bagian bawah kapal, dan ganti oli. “Untuk servis, tarifnya hanya belasan hingga puluhan juta,” ujarnya.Bobby bilang, pekerjaan perbaikan dan perawatan ini selalu ada. “Pendapatannya bisa menutup biaya operasional galangan sehari-hari,” kata Bobby yang punya 100 karyawan. Sementara itu, dari pembuatan kapal baru, ia bisa mengantongi keuntungan hingga 15%. Tapi, itu semua tergantung dari jenis dan dimensi kapal. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pesona keindahan laut menarik pesanan kapal
Dua tahun terakhir, permintaan kapal pesiar terus meningkat. Pesanan datang dari pemda, perusahaan tambang, pariwisata, dan beberapa orang kaya. Perusahaan galangan kapal meningkatkan kapasitas produksi dan memperluas lahannya. Jauh dari keriuhan kota, terlihat kesibukan di tepian Sungai Cisadane, kawasan Tanjung Burung, Teluk Naga, Tangerang, Kamis (2/8) siang. Di sebuah galangan kapal, puluhan pekerja tengah merampungkan bagian interior sebuah kapal pesiar. Kapal yang bagian luarnya berwarna putih itu merupakan pesanan salah satu pemerintah daerah (pemda) di kawasan Indonesia Timur. Pembangunannya telah dimulai sejak tahun lalu dan diperkirakan akan selesai dalam beberapa bulan lagi. “Setelah finishing ruang dalam selesai, segera diuji coba,” kata salah satu karyawan yang mengantar KONTAN. Memiliki panjang 32 meter, kapal yang di dalamnya bak kamar hotel berbintang itu pun terlihat paling besar ketimbang kapal-kapal di sekitarnya. Sekitar tujuh kapal terlihat di galangan kapal milik PT Marathon Pacific Marines. Beberapa di antaranya merupakan kapal-kapal yang baru dirakit. Sebagian lagi adalah kapal yang tengah menunggu proses perbaikan. Selain PT Marathon Pasific Marines, ada sejumlah galangan kapal yang berdiri di tepian Sungai Cisadane. Beberapa di antaranya merupakan galangan kapal baru. “Di Tanjung Burung, ada sekitar 10 galangan kapal baru,” tutur Bobby Halim, Direktur PT Marathon Pacific Marines. Dua tahun terakhir ini, industri pembuatan kapal pesiar memang terus menggeliat. Permintaan pembuatan kapal terus berdatangan. Bobby bilang, permintaan pembuatan kapal-kapal baru banyak berdatangan dari kawasan Indonesia Timur. Maklum, infrastruktur untuk transportasi darat di daerah-daerah yang terletak di kawasan Indonesia Timur masih belum memadai. Tak heran jika transportasi laut maupun udara tetap menjadi andalan. Bobby mengaku mendapat banyak pesanan kapal dari beberapa pemda di kawasan Indonesia Timur, seperti Sulawesi, Maluku, dan Papua. “Di sana, gubernur dan bupati banyak yang menggunakan kapal sebagai angkutan dalam perjalanan dinas,” kata Bobby.Selain kapal untuk kendaraan dinas para pejabat daerah, beberapa pemda juga memesan kapal-kapal untuk keperluan lain. Misalnya, kapal penumpang terbatas, kapal untuk fasilitas pengangkutan kesehatan, kapal untuk patroli, dan lainnya. “Jadi, satu pemda tak hanya memesan satu jenis kapal,” ujar Bobby yang mendapatkan pesanan kapal pesiar sepanjang 32 meter senilai Rp 26 miliar per unit, tahun lalu. Pesatnya pertumbuhan industri pariwisata juga berperan mendongkrak permintaan kapal pesiar. Banyak pengusaha hotel maupun pariwisata yang berlomba melengkapi fasilitas usahanya dengan kapal pesiar. Maklum, kawasan Indonesia Timur menyimpan potensi alam yang menakjubkan. Terutama, pemandangan di bawah laut, seperti di Raja Ampat dan Wakatobi yang menjadi incaran para turis dari berbagai belahan dunia. Tak heran, banyak pelancong yang penasaran ingin melihatnya.Hanya, lanjut Bobby, pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dari 10% jadi 70% terhadap kapal mewah sedikit mengganjal usahanya. “Permintaan swasta berkurang karena harga kapal menjadi sangat mahal,” ujarnya. Jika sebagian besar pesanan Bobby berasal dari pemda, pesanan yang datang ke galangan kapal milik Johannes lebih berasal dari kalangan swasta. “Ada yang pribadi atau perusahaan,” ujar pemilik CV Millenium Marine Division ini. Pesanan perseorangan biasanya datang dari pengusaha-pengusaha pemilik perusahaan besar di negeri ini. Sementara, pesanan dari perusahaan, biasanya berasal dari perusahaan tambang di luar Jawa. “Banyak dari perusahaan tambang di Halmahera, Kalimantan, dan Sulawesi,” terangnya. Reparasi juga untungTak ketinggalan, perusahaan bidang pariwisata pun mulai memesan kapal pesiar kepadanya. “Mereka sudah pesan dua unit kapal,” ujar Johannes. Dalam setahun, Johannes bisa mengerjakan empat hingga lima kapal-kapal yang memiliki kelengkapan fasilitas layaknya hunian mewah. Saat ini, permintaan paling banyak adalah kapal-kapal dengan ukuran panjang antara 13 meter hingga 14 meter. Untuk membangun sebuah kapal pesiar berukuran itu, Johannes membutuhkan waktu antara tiga bulan hingga empat bulan. Ia membanderol harga kapal-kapal itu berkisar Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar. Demi memenuhi permintaan yang meningkat, Johannes berencana menambah kapasitas produksi. Ia ingin memperluas galangan kapal yang ada saat ini, yakni seluas 2.000 (m²) menjadi 6.000 m². Tak hanya membuat kapal-kapal baru, permintaan reparasi kapal-kapal juga meningkat. Maklum, Bobby bilang, saat ini, kapal-kapal bekas buatan luar negeri ikut membanjiri pasar kapal pesiar di Indonesia. Asal tahu saja, keuntungan dari restorasi kapal bekas ini juga lumayan besar. Selain perbaikan ruang-ruang dalam kapal, reparasi juga termasuk perbaikan desain kapal. Seperti yang terlihat di Marathon, Bobby harus memundurkan dek atas lantaran letaknya terlalu ke depan. “Itu akan membuat kapal berjalan tak seimbang saat kecepatan tinggi,” ujarnya. Lantaran perbaikan yang dilakukan cukup besar, tak heran, biaya pengerjaannya bisa berkisar Rp 500 juta hingga Rp 800 juta.Selain itu, Bobby juga menerima pekerjaan perawatan kapal, seperti pengecatan ulang, pembersihan bagian bawah kapal, dan ganti oli. “Untuk servis, tarifnya hanya belasan hingga puluhan juta,” ujarnya.Bobby bilang, pekerjaan perbaikan dan perawatan ini selalu ada. “Pendapatannya bisa menutup biaya operasional galangan sehari-hari,” kata Bobby yang punya 100 karyawan. Sementara itu, dari pembuatan kapal baru, ia bisa mengantongi keuntungan hingga 15%. Tapi, itu semua tergantung dari jenis dan dimensi kapal. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News