Pesta usai, saatnya Jokowi-Ahok bekerja



Pesta demokrasi pemilihan kepala daerah DKI Jakarta usai sudah. Proses pemilihan kepala daerah itu ditutup dengan acara pelantikan pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Senin (15/10).

Pasangan Jokowi-Ahok memenangkan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta setelah mengantongi suara terbanyak pada putaran kedua pada 20 September 2012 lalu. Pasangan yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini meraup 53,8% suara, menenggelamkan penantangnya Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.

Usai dilantik, pasangan Jokowi-Ahok bersiap tancap gas. Pasangan ini berjanji merealisasikan janji-janji kampanyenya. Jokowi berniat menyusuri kampung-kampung seperti yang sering dia lakukan saat menjabat sebagai Walikota Solo.


Dengan turun ke kampung, gubernur ke-17 DKI Jakarta ini berharap bisa menerima masukan dari wong cilik. “Nanti saya akan ajak semua kepala dinas, biar mengerti masalah di lapangan," ucap Jokowi yang pernah dinobatkan sebagai salah satu walikota terbaik di dunia.

Program lainnya adalah soal kesehatan. Pemerintah Provinsi DKI yang baru ini berjanji menggratiskan biaya perawatan kelas III bagi warga Jakarta.

Pendidikan juga diberikan secara cuma-cuma hingga SMA. Dengan biaya gratis ini, mereka ingin para murid SMA bisa melanjutkan pendidikan ke kursi perguruan tinggi.  Nantinya, Pemerintah Provinsi DKI akan membuat kartu pintar bagi warga yang tak mampu membeli buku sekolah dan seragam. Bagi sekolah negeri yang melanggar, siap-siap menerima sanksi.

Masalah kemacetan lalu lintas juga dijanjikan akan dicarikan solusinya. Jokowi berniat menambah 1.000 busway dan memperbaiki manajemen bus Transjakarta itu. Program lainnya adalah meremajakan angkutan umum.

Benahi keamanan dan perizinan

Bagi pengusaha, masalah yang harus segera diatasi adalah soal keamanan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan masalah keamanan ini menjadi momok yang paling menakutkan karena bisa mengganggu roda bisnis pengusaha.

Karena itu, dia meminta Pemerintah Provinsi DKI segera mengurangi perbedaan tingkat kesejahteraan antar warga Jakarta dengan membenahi kampung-kampung kumuh di Jakarta. Sofjan menilai, kemiskinan bisa menjadi penyebab timbulnya kriminalitas di Jakarta.  “Gapnya terlalu besar,” ujar pemilik grup bisnis Gemala ini.

Masalah lain yang harus segera dicarikan solusinya bagi pengusaha adalah soal birokrasi dan perizinan. Bagi Sofjan, masalah perizinan ini sering tak jelas dan bisa menjadi permainan bagi oknum-oknum pegawai daerah. Tak jarang, pengusaha harus memberikan pelicin supaya izin cepat keluar.

Sofjan berharap ada transparansi soal perizinan ini. “Kalau tidak bisa katakan tidak. Jangan jadi mainan,” tandasnya.

Senada dengan Sofjan, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran berharap juga transparansi bagi pengusaha. Dia mencontohkan soal penjualan kios di pasar tradisional selama ini.

Menurutnya, harga kios yang ditawarkan PD Pasar sudah tak rasional bagi pedagang. Nilainya mencapai Rp 50 juta per meter persegi hingga Rp 100 juta per meter persegi. Dia berharap, harga lapak di pasar tradisional lebih murah.

Dalam jangka menengah dan panjang, Sofjan berharap kemacetan lalu lintas bisa segera terurai. Sebab, kemacetan menambah biaya produksi bagi pengusaha. Distribusi barang juga menjadi terhambat dan memakan waktu yang lama.

Berdasarkan data Yayasan Pelangi, kemacetan lalu lintas berkepanjangan di Jakarta menyebabkan pemborosan senilai Rp 8,3 triliun per tahun.  Hasil kajian yang dilakukan JICA bersama Bappenas pada 2004 silam juga menunjukkan hal yang sama. Kerugian ini terjadi karena pemborosan BBM akibat biaya operasional kendaraan senilai Rp 3 triliun, kerugian akibat waktu yang terbuang Rp 2,5 tri liun dan dampak kesehatan akibat polusi udara sebesar Rp 2,8 triliun.

Nilai kerugian bakal membengkak sering kemacetan lalu lintas ibukota yang semakin parah. Hasil Study on Integrated Transportation Master Plan (SITRAMP) memperkirakan, bila tidak ada perbaikan sistem transportasi Jakarta, Bogor, Depok Tangerang dan Bekasi maka kerugian ekonomi akan melejit menjadi sebesar Rp 28,1 triliun dan kerugian nilai waktu perjalanan yang mencapai Rp 36,9 triliun pada 2020 mendatang.

Berkonsolidasi

Tugas sebagai Gubernur DKI Jakarta tentunya bukan pekerjaan mudah. Peringatan ini sudah disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Jokowi ketika hasil perhitungan cepat keluar. Ini lantaran masalah yang ada di Jakarta lebih kompleks ketimbang daerah lainnya.

Selama ini Jakarta menjadi magnet bagi warga kota di sekitarnya. Saban hari ada sekitar 5,4 juta orang menyerbu Jakarta. Mereka berasal dari Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor dan kota lainnya. Serbuan para komuter ini menimbulkan berbagai masalah mulai dari kemacetan, urbanisasi dan lainnya sehingga penyelesaiannya membutuhkan koordinasi dengan pemerintah daerah lain.

Gubernur Jawa Barat Akhmad Heryawan mengakui selama ini belum ada upaya maksimal dalam mengatasi permasalahan transportasi dan banjir serta tata ruang di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur (Jabodetabekjur).  Dulu ada pembentukan Badan Kerja Sama Provinsi (BKSP) Jabodetabekjur namun, dia menilai tidak bekerja optimal.

Karena itu, Akhmad berharap Jokowi dapat menghidupkan kembali BKSP Jabodetabekjur. Untuk tahun-tahun mendatang, lanjutnya, lembaga ini akan menitikberatkan pada bidang transportasi, penanganan banjir, dan urbanisasi. "Saya harapkan Jokowi dapat mengoptimalkan kembali BKSP Jabodetabekjur. Itu yang harus dihidupkan kembali," kata mantan anggota DPRD DKI Jakarta ini seperti dikutip dari Tribunnews.

"Ibarat mengemudi, dulu Jokowi mengemudi mobil kecil bernomor polisi AD 1 dengan penumpang sedikit tapi sekarang mengemudi mobil besar bernomor polisi B 1 dengan penumpang yang lebih banyak. Tapi prinsip mengemudi itu tak jauh berbeda," kata Gamawan.

Gamawan juga menyarankan Jokowi berkonsolidasi dengan semua pihak untuk memulai proses proses pembangunan Jakarta baik dengan pemerintah pusat maupun dengan pemerintah daerah lainanya. Sebab, dia mengatakan, Jakarta tak mungkin bisa maju jika tak berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi tetangga seperti Banten dan Jawa Barat.

"Ibarat mengemudi, dulu Jokowi mengemudi mobil kecil bernomor polisi AD 1 dengan penumpang sedikit tapi sekarang mengemudi mobil besar bernomor polisi B 1 dengan penumpang yang lebih banyak. Tapi prinsip mengemudi itu tak jauh berbeda," kata Gamawan usai melantik Jokowi-Ahok.

Nah, mungkinkah Jokowi menyupir kendaraan bernama Jakarta ini menuju ke tempat yang lebih baik. Yuk, kita lihat saja hasilnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can