KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peta emiten dengan kapitalisasi pasar
(market caps) terbesar di bursa saham bergeser. PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (
GOTO) keluar dari jajaran top 10 emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar, sementara PT Bayan Resources Tbk (
BYAN) masuk ke jajaran klasemen. Per Jumat (23/12), saham emiten tambang batubara ini menguat 2,91% ke level Rp 18.575. Harga saham BYAN menguat 587,96% sejak awal tahun. Saham emiten besutan konglomerat Low Tuck Kwong ini menjadi emiten dengan
market caps terbesar ketiga di Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan
market caps Rp 619,17 triliun. Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Muhammad Nafan Aji Gusta menilai, menguatnya saham BYAN salah satunya disebabkan oleh pelaku pasar yang mengapresiasi aksi korporasi yang dilakukan BYAN. Sebelumnya, BYAN menggelar aksi pemecahan nilai saham alias stock split dengan perbandingan 1:10.
Baca Juga: Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Perdagangan Senin (26/11) Penguatan saham BYAN juga tidak terlepas dari sentimen sektoralnya, yakni adanya faktor peningkatan harga komoditas batubara. Menjelang musim dingin, negara-negara di belahan bumi bagian utara seperti negara di Eropa, sangat membutuhkan pasokan energi, sehingga mendorong kenaikan harga emas hitam ini. Hanya saja, Nafan menilai sentimen harga batubara ini hanya bertahan selama musim dingin. Tahun depan, dunia akan menghadapi potensi resesi sehingga berpotensi menurunkan harga komoditas. “Memang Bayan tergantung pergerakan harga komoditas. Sejauh ini secara tren sahamnya memang
uptrend,” kata Nafan kepada Kontan.co.id, Minggu (25/12). Di sisi lain, market caps saham GOTO semakin menciut. Per Jumat (23/12), saham emiten teknologi ini hanya tersisa Rp 101,86 triliun. Otomatis saham GOTO terhempas dari jajaran top 10 big caps. Nafan menyebut, sejauh ini GOTO belum mendapat sentimen/katalis positif. Para pelaku pasar menanti kinerja keuangan GOTO yang diekspektasikan bisa mencapai titik profitabilitas. Di sisi lain, GOTO memang sudah bisa meningkatkan aspek kinerjanya, seperti
gross merchandise value (GMV) dan
gross transaction value (GTV) sehingga meningkatkan pendapatan emiten ini per akhir September 2022. “Sebaiknya pelaku pasar mencermati laporan kinerja keuangan kuartal pertama 2023. Kalau belum membukukan profitabilitas, sebaiknya masih harus menunggu,” sambung dia.
Baca Juga: Perdagangan BEI Sepi Dua Pekan Jelang Tahun Baru Meski IHSG Hanya Turun 0,17% Bank masih jadi jawara
Saham perbankan masih mendominasi penghuni klasemen
big caps, dengan saham PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) masih menjadi jawara klasemen. Market caps saham perbankan swasta ini menembus Rp 1.047,84 triliun per Jumat (23/12). Di urutan kedua terdapat saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) dengan
market caps Rp 739,61 triliun. Saham perbankan besar juga menjadi sasaran aliran dana asing yang masuk, dengan total aliran dana masuk lebih dari Rp 26 triliun. Saham perbankan juga didorong oleh kinerja keuangan yang solid. Analis MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi mencontohkan, saham PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI) yang menguat lebih dari 40% secara YtD. Saham BMRI didorong oleh laba bersih yang solid dan adanya aksi beli bersih investor asing yang cukup besar, dengan total
net buy lebih dari Rp 9 triliun sejak awal tahun. Tirta mempertahankan prospek positif sektor perbankan untuk tahun depan, dengan mempertimbangkan sejumlah faktor.
Pertama, Bank Indonesia (BI) yang memperkirakan kredit akan tumbuh di rentang 10% sampai 12% tahun depan, mengingat likuiditas perbankan yang cukup.
Kedua, simpanan nasabah yang berpotensi tumbuh sejalan dengan pertumbuhan kredit.
Ketiga, pendanaan
current account saving account (CASA) akan membantu mengimbangi penurunan
net interest margin (NIM) akibat kenaikan suku bunga dan persyaratan provisi (pencadangan) yang tinggi. Keempat, perpanjangan restrukturisasi kredit berbasis sektoral akan membantu bank meningkatkan kualitas asetnya.
Baca Juga: IHSG Diproyeksi Turun pada Perdagangan Senin (26/12) Senada, Nafan menilai kinerja big bank akan ditunjang oleh pertumbuhan kredit yang diperkirakan tumbuh
double digit. Angka
deposit growth juga bakal ditunjang oleh kenaikan tingkat konsumsi masyarakat di tengah pertumbuhan ekonomi yang solid. Terkait potensi
rebound saham perbankan besar di akhir tahun, Nafan melihat potensi
rebound akan tergantung dari sentimen. Misalkan, dari sisi laporan kinerja keuangan emiten dan kondisi makroekonomi.
“Jika terjadi
window dressing maka saham
big caps, seperti bank, mampu menggerakkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan bisa membuat IHSG berperforma baik atau lepas dari
bearish trend pada bulan November,” ujar Nafan. Tirta menyematkan overweight terhadap saham perbankan berkapitalisasi besar, dengan pilihan utama alias
top picks untuk sektor ini adalah BBRI dan PT Bank negara Indonesia Tbk (
BBNI). Harga saham BBRI dinilai masih tertinggal dari pers-nya, meskipun memiliki pertumbuhan laba terbesar. Sementara BBNI dipilih karena menjadi salah satu perbankan
blue chip dengan valuasi termurah. MNC Sekuritas merekomendasikan beli saham BBRI dengan target harga Rp 5.700 dan beli saham BBNI dengan target harga Rp 11.400. Sementara rekomendasi
hold disematkan untuk saham BBCA dengan target harga Rp 9.000 dan BMRI dengan target harga Rp 10.000. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati