KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemajuan teknologi digital yang pesat belakangan telah mengubah perilaku manusia di dalam berbagai aspek kehidupan. Kini, digitalisasi layanan perbankan juga sudah menjadi kebutuhan. Hal ini mendorong grup konglomerasi besar menghadirkan bank digital. Sebut saja, Grup Djarum, melalui PT Bank Digital BCA (Blu) menggandeng Blibli. Grup GoTo, melalui PT Bank Jago Tbk (ARTO). Kemudian ada Grup CT Corp yang dimiliki pengusaha nasional Chairul Tanjung dengan bank digitalnya, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI). Di luar nama itu, ada PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) yang sahamnya dikendalikan PT Akulaku Silvrr Indonesia, yang terafiliasi dengan perusahaan milik Jack Ma, Ant Financial.
Baca Juga: Ini Kata Dirut Superbank Terkait Rencana KakaoBank Masuk Jadi Pemegang Saham Kemudian ada Seabank yang awalnya bernama PT Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) yang sahamnya dikendalikan oleh Sea Grup, perusahaan induk Shopee. Grab juga telah masuk dalam bisnis bank digital melalui PT SuperBank Indonesia, yang sebelumnya bernama PT Bank Fama International. Superbank juga akan kedatangan pemegang saham baru, yakni KakaoBank yang akan mengakuisisi 10% saham di Superbank melalui penerbitan saham baru. Keterlibatan Grab dan KakaoBank dalam perbankan digital menandai babak baru persaingan raksasa teknologi dalam sektor ini. Direktur Utama Superbank Tigor M. Siahaan menyampaikan, suntikan modal dari KakaoBank memperkuat posisi keuangan Superbank dan mendukung inisiatif pertumbuhannya. "Hal ini memberikan sumber daya bagi Superbank untuk pengembangan produk, ekspansi, dan peningkatan layanan, yang pada akhirnya akan menguntungkan pelanggan kami," kata Tigor kepada kontan.co.id, Selasa (10/10). Ekosistem Superbank, yang didukung oleh para pemimpin industri seperti Grab, Singtel, Grup Emtek, dan kini KakaoBank, menempatkan Superbank secara unik untuk menawarkan layanan keuangan yang dirancang khusus untuk beragam segmen nasabah secara efektif, terutama untuk melayani kebutuhan keuangan masyarakat underbanked, terutama nasabah UMKM dan ritel. "Prioritas utama kami saat ini adalah mengembangkan produk dan teknologi yang akan mendukung peluncuran dan eksekusi komitmen jangka panjang kami dalam memperluas layanan keuangan antara lain berupa akses finansial kepada masyarakat Indonesia, khususnya segmen underbanked baik nasabah retail dan UMKM," ujar Tigor. Tigor menyebut, nantinya struktur pemegang saham baru mencakup KakaoBank sebagai pemegang saham, sementara mayoritas kepemilikan tetap berada dalam konsorsium Grup Emtek, Grab, dan Singtel. Superbank memang tengah berhadapan dengan bank-bank digital milik raksasa teknologi lain yang telah memiliki aset besar. PT Bank Jago yang terafiliasi dengan raksasa teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia, misalnya, memiliki aset Rp 18,9 triliun hingga kuartal kedua tahun 2023. Ini hampir enam kali lebih besar dari aset Superbank. Kinerja Superbank juga masih tertinggal di belakang pesaing-pesaingnya. Pada kuartal kedua 2023, misalnya, bank digital ini membukukan rugi bersih Rp 112,92 miliar. Sebaliknya, Bank Jago telah membukukan laba bersih Rp 40,51 miliar.
Baca Juga: Bank Swasta Domestik Pimpin Pertumbuhan Kredit Pada Agustus 2023 Investor global kini memang kian melirik potensi bisnis bank digital tanah air setelah Ribbit Capital mengumumkan investasi di PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan Alibaba melalui Akulaku Silvrr, menjadi pemegang saham untuk menjadi pengendali Bank Neo Commerce (BBYB) juga KakaoBank yang ikut mengakuisisi Superbank. Menurut Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan, minat investor asing dipicu karena para investor melihat market di Indonesia besar sekali dan perkembangan smartphone yang luar biasa kepemilikannya membuat digital bank menarik. "Di Indonesia pemilik dana yang kelas menengah ke atas sudah mulai pakai digital banking untuk transaksi skala kecil, sementara kelas marginal pakai wallet dan paylater," katanya. Persaingan digital bank juga disebut Budi tidak ringan karena distribusi customernya sangat variatif preferensinya. Kebanyakan short term sekali sehingga dana yang akan disalurkan juga ada risiko mismatch antara lending dan funding. Sementara Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menilai, bank digital adalah bank masa depan. Mereka yang lebih awal membangun bank digital berpotensi memenangkan persaingan perbankan dimasa depan. Terutama di Indonesia yang sektor perbankan begitu menguntungkan. "Persaingan perbankan digital masih ditahapan awal, belum terlalu intense. Meskipun begitu tahapan awal ini bisa menjadi penentu ke depannya. Bank-bank digital masih lebih berfokus membangun ekosistem ke dalam sebagai fondasi untuk bersaing ke depannya," jelasnya. Menurut Piter, bank digital manapun bisa memenangkan persaingan asal memenuhi tiga syarat utama. Pertama, bank digital harus memiliki kemampuan mengakses ekosistem digital.
"Kalau dulu bank yang punya cabang dan ATM banyak jadi pemenang, kini bank yang punya ekosistem besar punya peluang besar jadi pemenang," ucapnya. Kedua, bank digital harus memiliki produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen masa kini dan masa depan. Hal ini mengingat tuntutan nasabah akan layanan perbankan terus meningkat, khususnya di era digital saat ini. Ketiga, bank digital harus punya modal besar dan SDM yang kuat. Hal ini juga menjadi salah penentu bank digital bisa memenangkan persaingan ke depan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi