JAKARTA. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Thamrin Sihite mengungkapkan ada 117 perusahaan tambang batubara dan logam yang merambah kawasan hutan konservasi. Perusahaan yang bandel ini diantaranya berada di Puncak Jaya, Aceh Tengah, Kutai Timur, Mimika dan Yahukimo.Thamrin mengungkapkan, pelanggaran ini terjadi karena ada perbedaan peta dasar dan peta tematik wilayah penambangan. Karena itu, dia mendesak penambangan ini harus segera ditertibkan dengan menyeragamkan peta dasar dan peta tematik wilayah penambangan.Sejauh ini Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara telah melakukan penyeragaman dengan mengacu aturan geospasial yang dimiliki Badan Koordinasi Survey dan Pementaan Nasional (Bakosurtanal). Disamping itu ada juga peta tematik dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.Peta tersebut nantinya juga memilah-milah mana-mana saja wilayah tambang yang termasuk wilayah usaha pertambangan, wilayah pertambangan rakyat, serta wilayah pencadangan negara. Dengan demikian, Thamrin berharap tidak terjadi tumpang tindih dalam pengembangan industri pertambangan yang melibatkan pemerintah, masyarakat, serta pihak swasta.Anggota Komisi VII DPR Asfihani meminta Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara untuk menjaring aspirasi masyarakat dan pemerintah daerah dalam penyusunan peta wilayah pertambangan. “Hal ini penting agar ada keseragaman data, seringkali saya temukan di lapangan itu kenyataan tidak sesuai data,” katanya.Menurutnya, soal wilayah tambang ini merupakan sesuatu yang amat sensitif. Oleh karenanya. lanjutnya, peta yang memuat batas wilayah pertambangan harus bisa dipercaya. "Jangan sampai ada perbedaan antara pandangan pusat dan daerah," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Peta tumpang tindih, 117 perusahaan tambang rambah hutan konservasi
JAKARTA. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Thamrin Sihite mengungkapkan ada 117 perusahaan tambang batubara dan logam yang merambah kawasan hutan konservasi. Perusahaan yang bandel ini diantaranya berada di Puncak Jaya, Aceh Tengah, Kutai Timur, Mimika dan Yahukimo.Thamrin mengungkapkan, pelanggaran ini terjadi karena ada perbedaan peta dasar dan peta tematik wilayah penambangan. Karena itu, dia mendesak penambangan ini harus segera ditertibkan dengan menyeragamkan peta dasar dan peta tematik wilayah penambangan.Sejauh ini Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara telah melakukan penyeragaman dengan mengacu aturan geospasial yang dimiliki Badan Koordinasi Survey dan Pementaan Nasional (Bakosurtanal). Disamping itu ada juga peta tematik dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.Peta tersebut nantinya juga memilah-milah mana-mana saja wilayah tambang yang termasuk wilayah usaha pertambangan, wilayah pertambangan rakyat, serta wilayah pencadangan negara. Dengan demikian, Thamrin berharap tidak terjadi tumpang tindih dalam pengembangan industri pertambangan yang melibatkan pemerintah, masyarakat, serta pihak swasta.Anggota Komisi VII DPR Asfihani meminta Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara untuk menjaring aspirasi masyarakat dan pemerintah daerah dalam penyusunan peta wilayah pertambangan. “Hal ini penting agar ada keseragaman data, seringkali saya temukan di lapangan itu kenyataan tidak sesuai data,” katanya.Menurutnya, soal wilayah tambang ini merupakan sesuatu yang amat sensitif. Oleh karenanya. lanjutnya, peta yang memuat batas wilayah pertambangan harus bisa dipercaya. "Jangan sampai ada perbedaan antara pandangan pusat dan daerah," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News