KONTAN.CO.ID - Bulan Syawal atau bulan ke 10 dalam penanggalan Hijriyah dan penanggalan Jawa, diamini sebagai bulan baik untuk menggelar hajatan pernikahan. Pada hari-hari di akhir pekan bulan ini, hampir setiap gedung dan jalan-jalan di kawasan permukiman akan ditemui lambaian janur kuning yang jadi penanda adanya hajatan. Musim pernikahan ini juga menjadi berkah bagi banyak orang. Khususnya, mereka yang berkecimpung dalam bisnis seputar pernikahan. Salah satunya, para petani bunga potong. Menjelang bulan Syawal, permintaan bunga potong akan meningkat berkali-kali lipat dari biasanya. Bunga-bunga ini menjadi salah satu pelengkap dekorasi di gedung maupun gereja.
Sayadi Wibowo, petani bunga mawar yang tergabung dalam kelompok tani Gunung Sari Makmur, Batu mengatakan, semenjak hari raya Idul Fitri permintaan bunga mawar dari kebunnya terus meningkat. Bahkan, kenaikannya bisa mencapai 100% dari biasanya. Satu konsumen bisa memesan bunga mawar sampai dengan 5.000 tangkai dengan berbagai warna. " Ini seperti hadiah setelah permintaan bunga turun tajam selama bulan puasa, " katanya pada KONTAN, Jumat (29/6) Tingginya permintaan ini akan berlangsung selama satu bulan penuh. Kemudian, menurun dalam beberapa minggu setelah itu kembali naik tajam saat bulan haji (musim nikah). Sayadi menambahkan saat masuk bulan haji, permintaan bunga potong juga akan terdongkrak hingga dua kali lipat dari bulan Syawal. Untuk memenuhi seluruh kebutuhan pasar, dia bersama dengan petani bunga lainnya mulai menambah jumlah bibit tanaman sehingga hasil panen meningkat. Sekedar info, bibit bunga mawar sudah bisa dipanen dalam waktu dua bulan. Meski permintaan terus meningkat, harga jualnya masih dibanderol sama yaitu Rp 1.500 - Rp 2.000 per tangkai. Sayangnya, dia enggan menyatakan omzet yang dapat dikantonginya. Bunga mawar yang paling diminati konsumen adalah mawar merah, putih, dan merah muda. Seluruh hasil panennya pun di kirimkan ke tangan pelanggan yang berada di seluruh Indonesia seperti Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan Jakarta. Muhammad Toha, petani bunga krisan Gunung Sari, Batu juga mendapatkan berkah yang sama. Dia mengaku selama bulan Syawal permintaan bunga memang meningkat. "Tapi akan lebih besar lagi saat bulan haji, kebutuhan dapat naik sampai tiga kali lipat," ujarnya. Dia pun akan mengerek harga. Toha menjual bunga krisan Rp 1.100 sampai Rp 1.400 per tangkai. Dia mengaku enggan menaikkan harga untuk menjaga kepuasan konsumen. Konsumennya pun kebanyakan didominasi oleh penyedia jasa dekorasi pesta pernikahan yang ada di kota Batu, Malang, Surabaya, dan kota-kota lainnya. Petani bunga bahu membahu memenuhi permintaan pasar Tingginya permintaan bunga potong saat musim pernikahan menuntut para petani bunga untuk mengelola panen dengan baik serta memastikan stok selalu ada. Seperti Muhammad Toha, petani bunga krisan asal Gunung Sari, Kota Batu yang menjalin kerjasama dengan petani bunga krisan lainnya demi memenuhi kebutuhan pasar. Maklum saja, total panennya hanya mampu mencukupi sekitar 35% dari total permintaan pasar yang mencapai 2.500 tangkai per hari. Selain itu, dia juga menggunakan
green house dengan metode pencahayaan dua sampai empat jam perhari untuk tanaman baru. Tujuannya, untuk membuat tinggi tanaman mencapai 80 cm dan menjaga kualitas bunga dan daun tidak rusak. "
Green house ini dapat melindungi tanaman dari hujan, karena saat daun dan bunga terkena air hujan akan langsung rusak, warnanya jadi hitam, " jelasnya pada KONTAN. Makin tingginya minat pasar akan bunga segar, membuat permintaan terus meningkat. Sayangnya, perkembangan pasar ini juga diiringi munculnya petani bunga krisan baru. Alhasil, persaingannya pun cukup ketat. Untuk membuat usahanya tetap eksis dan mempertahankan konsumen loyal, Toha memasang jurus menerapkan sistem harga tetap sepanjang tahun. Saat musim panen raya dan stok berlebih di pasaran, dia memilih memberikan potongan harga dibandingkan menurunkan harga jual. Alasannya, saat stok mulai terbatas cukup sulit menaikkan harga dipasar. Selain itu, dia mulai menerapkan sistem pembibitan mandiri sehingga tidak mengandalkan benih dari pihak kedua. Strategi ini dapat membantunya untuk menstabilkan harga jual. Melihat fenomena terus berkembangnya pasar dan kemunculan petani baru, Toha menilai usaha bunga potong khususnya bunga krisan mempunyai potensi yang bagus kedepan. Karena bila dihitung, para petani sudah bisa mendapatkan modal kembali dan menikmati keuntungan setelah masa panen ketiga atau sekitar 1,5 tahun. Sayadi Wibowo, petani bunga mawar Kelompok Tani Gunung Sari Makmur, Batu mengutarakan hal senada. Prospek usaha bunga potong akan terus berkembang seiring makin banyaknya pasar yang menggunakan bunga segar sebagai material dekorasi.
Hanya saja, kendala usaha yang dihadapinya adalah penurunan stok saat musim penghujan. Kurangnya sinar matahari membuat tanaman mawar kurang bisa tumbuh maksimal. Untuk urusan persaingan, dia mengaku tidak khawatir. Cukup dengan menyediakan seluruh permintaan konsumen buat roda usahanya terus berjalan. "Saat makin banyak pemain dalam satu area yang sama, dapat menciptakan opini pasar bila daerah kami merupakan pusat pertanian dan penghasil bunga segar," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Johana K.