Petani cemas beras plastik picu impor beras



JAKARTA. Kasus beras plastik membuat petani cemas. Sebab, beras plastik mencoreng produksi beras lokal. Apalagi saat ini, panen masih berlangsung di beberapa daerah. Kondisi ini dikhawatirkan akan mempengaruhi pemerintah impor beras.

Belakangan, desakan pemerintah untuk mengimpor beras makin kuat. Salah satu alasannya, kekhawatiran rendahnya penyerapan Bulog atas hasil panen petani, sehingga membuat tipisnya ketersedian beras di gudang Bulog. Selain itu, mendekati hari raya Idul Fitri, harga beras yang masih bertengger pada nominal Rp 10.000 per kilogram (kg).

Kali ini, beredarnya beras plastik bisa mengurangi kepercayaan masyarakat akan produksi beras lokal. Apalagi panen masih berlangsung hingga awal Juni. Kondisi ini dikhawatirkan membuat pemerintah akan melakukan impor beras.


Apalagi sebelumnya, Wakil Presiden, Jusuf Kalla, Menteri Perekonomian Sofyan Djalil dan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel telah memberikan sinyal kemungkinan akan melakukan impor beras.

Beras plastik yang sempat beredar ini dikhawatirkan membuat masyarakat ragu akan kualitas dan keamanan pangan lokal. Winarno Tohir, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengatakan, beredarnya beras plastik membuat petani akan terganggu secara psikologis. Ia menegaskan, produksi beras lokal selama lima bulan terakhir amatlah bagus. Lantaran, kondisi iklim yang relatif basah dan organisme penggangu tanaman (OPT) juga puso yang kecil.

Hal ini seharusnya telah menandakan bahwa produk beras dalam negeri dijamin keamanan pangannya. Sebenarnya, tidak perlu ada curiga bahwa beras plastik yang beredar adalah produksi lokal.

Sebab kata Winarno, dari jumlah penggilingan saat ini yang mencapai 197.000 penggilingan. Sebanyak 182.000 penggilingan jenis penggilingan kecil. "Kualitas yang dihasilkan penggilingan kecil masih ada yang dibawah rata-rata. Tapi tidak lantas mereka mencampurkan dengan beras plastik. Di lapangan yang terjadi, beras plastik dicampur dengan beras kelas medium. Sementara penggilingan kecil kebanyakan menghasilkan beras dibawah standard Bulog," tandas Winarno pada Minggu (24/5).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie