KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan data hasil sensus pertanian 2023 tahap 1 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian (RUTP) gurem atau petani gurem meningkat dalam 10 tahun terakhir. Jumlah petani gurem bertambah 18,49% menjadi 16,89 juta dibandingkan 2013. Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai, dengan jumlah petani gurem yang makin besar, menandai bahwa barisan orang miskin dari sektor pertanian kian bertambah. Pasalnya, dengan mengusahakan lahan kurang dari 0,5 hektare, penghasilan dari sektor pertanian dipastikan tidak akan mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
"Bagi mereka yang berlahan gurem, bahkan di bawah 0,2 hektare, pendapatan dari sektor pertanian tidak lagi penting. Justru pendapatan dari sektor non-pertanian lebih menentukan kelangsungan hidup keluarga. Bagi rumah tangga demikian, bekerja di sektor pertanian hanya sebagai sambilan," kata Khudori dihubungi Kontan.co.id, Selasa (5/12).
Baca Juga: Komoditas Tani yang Paling Banyak Diusahakan pada 2023 Bukan Penyumbang Inflasi Ia menyebutkan, jumlah petani gurem atau yang mengusahakan lahan kurang dari 0,5 hektare di Indonesia bertambah dari 14,25 juta rumah tangga pada 2013 menjadi 16,89 juta rumah tangga pada 2023. Artinya, proporsi rumah tangga petani gurem terhadap total rumah tangga petani di Indonesia meningkat dari 55,33% pada 2013 menjadi 60,84% pada 2023. Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan, ke depan pemerintah harus mendorong reforma agraria. Para petani gurem didukung dengan adanya pembagian lahan. Henry berharap pemerintah dapat menutup usaha tani dari perusahaan berskala besar. Ia mencontohkan seperti food estate yang dinilai lebih condong menyerahkan usaha tani kepada usaha skala besar. Ia juga berharap agar impor pangan yang besar juga diharapkan tak lagi dilakukan. "Selain itu perlu juga adanya pengembangan koperasi petani. Petani kita masih sangat sedikit sekali yang bergabung dengan koperasi, hanya mereka dalam kelompok tani inikan beda dengan koperasi," kata Henry. Jika kondisi saat ini masih dipertahankan, kata dia, tak menutup kemungkinan usaha pertanian akan semakin menurun dalam 10 tahun mendatang. "Dunia usaha petani akan menurun, petani gurem akan meningkat dan semakin berkembang perusahaan pertanian. Perusahaan skala besar jika sudah masuk ke sawit lalu mereka akan masuk ke dunia tanaman padi dan lainnya yang dikelola oleh rakyat," imbuhnya.
Baca Juga: BPS: Jumlah Usaha Pertanian 2023 Turun 7,42% Sebelumnya, Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto memaparkan, untuk Sumatra persentase petani gurem paling banyak ada di Provinsi Aceh (57,68%). Artinya setengah petani di sana merupakan petani gurem.
Kemudian di Jawa persentase petani gurem paling besar di DI Yogyakarta (87,75), pulau Kalimantan petani gurem paling besar ada di Kalimantan Selatan (42,41%). "Untuk di Jawa paling tinggi petani gurem ada di Yogyakarta. Sekali lagi karena petani gurem ini ada kaitannya dengan lahan tentunya kita paham kalau di Jawa kalau lahannya sempit salah satunya di Yogyakarta," kata Atqo dalam Diseminasi Hasil Sensus Pertanian 2023. Selanjutnya di Sulawesi persentase petani gurem paling besar ada di Sulawesi Selatan (41,23%), kemudian wilayah Maluku dan Papua petani gurem paling tinggi ada di Papua Pegunungan (98,63%). Terakhir untuk wilayah Bali-Nusa Tenggara persentase tertinggi ada di Bali (69,32%). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat