Petani kacang NTB menjadi pemasok Garuda Food



LOMBOK. Petani kacang tanah di Nusa Tenggara Barat (NTB) bisa bernafas lega belakangan ini. Mereka tidak perlu khawatir lagi memasarkan kacang tanaman merekan saat masa panen tiba.

Maklum, mereka bisa langsung memasok hasil panen ke PT Garuda Food yang sudah ada di NTB. "Kalau kami menanam kacang maka sudah ada pasar yang menampung," kata Mustamian, seorang petani dari Desa Aidara, Lombok Tengah, saat ada kunjungan dari pejabat Australia Indonesia Partnership dan juga International Finance Corporation (IFC), kemarin (17/3).

Hartono Admadja, Managing Director PT Garuda Food membenarkan bahwa perusahaannya sudah mengikat kerja sama dengan para petani tersebut, yaitu untuk menampung produksi kacang tanah mereka. Ia menyatakan, kerja sama itu tidak hanya menguntungkan petani, tapi juga Garuda Food.


Soalnya, bagi Garuda Food ada kepastian pasokan bahan baku untuk produksi kacang kulit kering maupun untuk makanan olahan lain.

Saat ini, petani kacang tanah dari NTB itu sudah mampu menyuplai 10% kebutuhan kacang tanah di pabrik milik Garuda Food di Pati, Jawa Tengah, dan di Lampung. "Kebutuhan kami sekitar 65.000 ton per tahun," kata Hartono.

Selama ini, Garuda Food mendapat pasokan dari petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur demi menutup kekurangannya. Namun ada pula jenis kacang tertentu yang harus dipenuhi dari impor.

Kerja sama Garuda Food dengan petani tersebut sudah berlangsung beberapa tahun, dan perintisan kerja sama tersebut mulai berlangsung tahun 2008. Kini, sudah ada sekitar 8.000 petani kacang tanah di NTB yang menjadi pemasok Garuda Food.

Tahun ini, Hartono memprediksi hasil panen petani itu akan meningkat, seiring penambahan modal bagi petani kacang. Petani kacang mendapatkan hibah pendanaan dari Australia Indonesia Partnership dan juga IFC.

Walaupun demikian, Garuda Food belum berniat mendirikan pabrik pengolahan kacang tanah di NTB. Menurut Hartono, alasannya karena produksi kacang tanah tanah di daerah tersebut belum cukup ekonomis. Sebab satu pabrik membutuhkan kacang tanah minimal 40 ton.

Menurut Hartono, Garuda Food juga belum berniat untuk melakukan ekspansi pabrik. Karena, kapasitas pabrik yang sudah ada yang mencapai 65.000 ton per tahun baru terisi 60%.

Kerja sama petani dengan Garuda Food itu mendapatkan apresiasi dari Udhoro Kasih Anggoro, Dirjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, karena kerjasama itu akan menguntungkan bagi kedua belah pihak. "Kemitraan seperti ini yang mesti dikembangkan," ujar Anggoro kepada KONTAN.

Ia melihat, kacang tanah saat ini menjadi incaran industri makanan ringan. Tidak hanya Garuda Food, tetapi juga produsen makanan ringan lain seperti PT Dua Kelinci yang juga memproduksi makanan ringan sejenis. "Ada beberapa perusahaan lain yang ingin bekerja sama dengan petani kacang tanah," kata Anggoro.

Anggoro bilang, selain kerja sama pasokan, ada juga perusahaan makanan ringan itu yang sedang mengembangkan bibit unggul kacang tanah. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan produktivitas panen. "Bibit ini juga penting agar produktivitas terus meningkat," jelas Anggoro.

Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kacang tanah di NTB tahun 2010 mencapai 33.666 ton turun 12,82% dari angka produksi tahun 2009 yang berjumlah 38.615 ton. Penurunan ini sejalan dengan penyempitan lahan panen dari 28.750 ha menjadi 25.044 ha pada kurun waktu tersebut. BPS memperkirakan, produksi kacang tanah di NTB sepanjang tahun 2011 ini akan meningkat menjadi 39.328 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie