Petani kakao makin tertekan akibat pemberlakuan BK Kakao



JAKARTA. Peraturan pemerintah tentang pemberlakuan Bea Keluar (BK) kakao terus memicu pro kontra. Sebab, BK kakao ini ditengarai malah menyebabkan kondisi para petani kakao di daerah makin sengsara. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh mengakui, penetapan BK kakao yang saat ini sebesar 10% memang merugikan petani. Sebab, dengan adanya BK, eksportir kakao tidak mau merugi, maka mereka akan menurunkan harga pembeliannya dari pedagang. Para pedagang juga akhirnya akan menurunkan harga belinya dari petani. "Makanya petani memang yang paling terkena dampaknya sebagai pihak yang lemah," ujarnya.Asih, salah satu petani kakao di Semarang, Jawa Tengah mengakui, bahwa harga jual kakao dari petani ke ke pedagang sangat murah. Apalagi, cuaca ekstrim seperti sekarang membuat panen kakao dipercepat lantaran ketersediaan kakao kurang. "Sehingga kualitasnya menurun," katanya. Harga jual kakao yang dikeringkan dari petani saat ini berkisar Rp 18.000 per kilogram (kg). Sedangkan, harga bijik kakao dari petani hanya dihargai Rp 10.000 per kg. Namun menurut Deddy kondisi ini hanya berlangsung dalam jangka pendek. Tujuan pemerintah dalam mengeluarkan BK tersebut adalah untuk mendorong agar industri barang jadi pengolahan kakao bisa tumbuh.Dampaknya bagi petani dalam jangka panjang yakni petani bukan hanya menjual kakao mentah ke pedagang, namun juga langsung ke pabrik-pabrik dengan produk kakao yang sudah diolah. "Dan tentu harganya akan lebih baik, ketimbang petani menjualnya melalui pedagang saja," ucapnya.Tapi, Asih mengaku, kelompok petani di daerahnya sempat mencoba mengolah kakao menjadi bubuk dengan mendapat subsidi mesin pengolahan kakao dari pemerintah pada 2003. "Tapi, malah tidak laku dijual ke pedagang. Sehingga petani kembali menjual bijih kakao langsung ke pedagang dengan harga murah," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini