BANJARMASIN. Petani rotan di Kalimantan mengancam akan menyetop produksi jika pemerintah pusat maupun daerah tidak segera mencarikan solusi terhadap rendahnya harga rotan lokal dan kecilnya serapan rotan untuk industri dalam negeri. Sekretaris Jendral Perhimpunan Petani Pedagang dan Industri Rotan Kalimantan (PEPPIRKA) Irwan Riadi mengatakan, saat ini kondisi petani rotan benar-benar sangat memprihatinkan. Selain harga rotan yang anjlok, serapan rotan untuk industri dalam negeri kini juga hanya 15%. "Sementara potensi rotan Kalimantan cukup besar, sebanyak 6.400 ton rotan basah per bulan. Bila produksi tersebut tidak diserap, ke mana petani akan menjual?," katanya di Banjarmasin, Jumat (29/7).
Menyikapi hal tersebut, kata Irwan, kini beberapa petani mulai menyetop produksi dan tidak akan menjual rotan-rotan yang ada ke luar Kalimantan sampai ada perhatian serius dari pemerintah pusat maupun daerah terkait dengan perubahan Permendag Nomor 35 Tahun 2011. "Kami telah melakukan koordinasi dengan Perkumpulan Petani, Pedagang, dan Industri Rotan Kalimantan (Peppirka) Tengah dan Selatan terkait dengan upaya menyetop produksi dan pengiriman rotan ke luar daerah tersebut," katanya. Menurut Irwan, sebelumnya petani dan pengusaha rotan Kalimantan, telah menyampaikan beberapa kali tuntutan kepada pemerintah pusat dan daerah. Namun, hingga kini belum mendapatkan tanggapan yang berarti. Petani dan pengusaha rotan berharap pemerintah memberikan kelonggaran terhadap penerapan Permendag dengan memperbolehkan sebagian rotan yang tidak dimanfaatkan untuk industri dalam negeri bisa diekspor ke berbagai negara yang memerlukan. Tuntutan tersebut, kata dia, bukan hanya untuk menyelamatkan petani budidaya rotan, melainkan juga menyelamatkan industri hulu hingga hilir di Kalimantan, yang berarti juga membantu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah ini. Menurut Irwan, pihaknya telah mengirim surat ke Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan terkait dengan berbagai persoalan yang dialami petani dan industri rotan Kalimantan sebagai dampak dari diberlakukannya Permendag tersebut. Namun, hingga kini surat tersebut belum mendapatkan tanggapan serius dari kedua lembaga negara tersebut. "Saya juga sangat berharap gubernur, DPRD, dan seluruh pihak terkait lainnya, bisa membantu mencarikan solusi terbaik dari berbagai persoalan terkait dengan rotan ini," katanya. Sebelumnya, petani pembudidaya dan industri rotan skala rakyat di Kalimantan kian terpuruk akibat larangan ekspor rotan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2011 tentang Ekspor Rotan dan Produk Rotan. Padahal, usaha budi daya rotan Kalimantan sempat mengalami masa keemasan pada tahun 2006 hingga 2010. Akan tetapi, begitu ada larangan ekspor rotan asalan, petani mulai kesulitan menjual hasil budi daya rotan.
Sementara itu, industri dalam negeri seperti mebel tidak mampu menyerap pasokan budi daya rotan Kalimantan yang relatif sangat besar. Rotan Kalimantan punya ciri khas unik ketimbang rotan asal Sumatera, Sulawesi, dan NTB. Selain berdiameter 8 s.d. 11 sentimeter, rotan Kalimantan terdiri beberapa jenis, yakni jenis kubu besar yang selama ini diekspor ke beberapa negara, seperti India, Tiongkok, Eropa Barat, Eropa Timur, dan Amerika. Kalaupuan ada industri dalam negeri yang memerlukan jenis tersebut, kebutuhannya relatif sangat kecil. Petani asal Kalimantan Tengah Ahmad mengungkapkan bahwa saat ini harga rotan hanya sekitar Rp1.500 per kilogram. Dari harga jual tersebut, dibagi dua dengan buruh sehingga petani hanya mendapatkan Rp 750 per kg. (Ulul Maskuriah) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini