Petani minta MK tolak uji materi UU Hortikultura



JAKARTA. Upaya penghapusan pembatasan investasi asing yang dilakukan melalui uji materi UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura mendapatkan perlawanan.

Sejumlah asosiasi yang tergabung dalam Koalisi Kedaulatan Petani Pemulia Tanaman Indonesia (KKPPTI) mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjadi pihak terkait dalam sidang uji materi UU tersebut. KKPPTI, antara lain, terdiri dari Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AP2TI), Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), Field Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), organisasi Binadesa, Sadajiwa dan Sawit Watch.

KKPPTI memandang bahwa uji materi yang dilakukan terhadap UU Hortikultura, khususnya yang terkait dengan pembatasan penanaman modal asing paling banyak 30%, tidak perlu. Hal ini mengingat area penguasaan pasar benih perusahaan asing di Indonesia cukup besar. Berdasarkan perhitungan KKPPTI, penguasaan perusahaan asing terhadap pasar benih tanaman pokok dan holtikultura di Indonesia selama ini mencapai 90%. Pasar tersebut dikuasai oleh West-East Seed, Monsanto, DuPont, Syngenta, dan Bayer.

Sebagai catatan saja, sejumlah petani sayuran dari Jawa Barat dan Banten bersama dengan Asosiasi Perusahaan Perbenihan Hortikultura Indonesia (Hortindo) beberapa waktu lalu mengajukan uji materi terhadap Pasal 100 ayat 3 UU Holtikultura. Mereka merasa bahwa pembatasan investasi asing di sektor perbenihan holtikultura maksimal hanya 30%, telah merugikan usahanya.

Soalnya, dengan pembatasan tersebut, kebebasan mereka untuk mendapatkan benih hibrida berkualitas menjadi terancam.

Tapi, kekhawatiran tersebut ditepis oleh Priyadi, kuasa hukum Koalisi Kedaulatan Petani Pemulia Tanaman Indonesia. Dia bilang kekhawatiran itu tidak berdasar. Menurut Priyadi, peran modal asing di sektor pertanian dan pengadaan benih di dalam negeri selama ini tidak mampu menjawab persoalan pangan nasional dan dunia.

Selain itu, dari sisi kemampuan dalam menghasilkan varietas benih, perusahaan asing juga kalah dengan petani pemulia tanaman tradisional.

Berdasarkan hitungan KKPPTI, sejak tahun 1960 sampai sekarang, perusahaan benih asing hanya mampu menghasilkan varietas benih hanya sebanyak 80.000 varietas. Hasil tersebut jauh lebih kecil dibandingkan hasil pengembangan varietas benih petani pemulia tanaman tradisional yang pada periode serupa bisa menghasilkan 2,1 juta varietas.

"Selain itu mereka berdalih, dengan pembebasan ini akan terjadi alih teknologi, itu tidak benar, yang terjadi justru mereka ambil alih budaya plasma nutfah dan perbenihan kita," kata Priyadi di Jakarta Selasa (8/4). Senada dengan Priyadi, Dona El Furqon, yang juga kuasa hukum KKPPTI berharap, MK bisa menerima memasukkan mereka menjadi pihak terkait dalam uji materi UU Hortikultura.  

Dengan begitu, koalisi bisa meminta MK untuk menolak uji materi yang diajukan oleh Hortindo. "Kepada MK kami ingin sampaikan bahwa pasal ini sudah benar, tidak perlu dicabut," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan