JAKARTA. Para petani sawit mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merevisi kembali Peraturan Menteri KLHK No.16 tahun 2017 tentang pedoman teknis pemulihan fungsi ekosistem gambut. Pasalnya, beleid ini dinilai berpotensi mengganggu kemandirian ekonomi nasional akibat berkurangnya luasan perkebunan sawit rakyat. Para petani juga menilai belum ada data valid terkait luasan lahan gambut dan peta gambut menjadi perimbangan lain kenapa pemerintah harus merevisi permen tersebut. Saat ini data luas gambut masih simpang siur, ada yang menyebutkan 24 juta hektare (ha) tapi ada juga yang menyebutkan 14 juta ha. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Aryad mengatakan, penerapan Permen ini mempunyai multiplier effect karena dapat merusak tatanan kemandirian ekonomi nasional. Sebab pemberlakuan beleid ini akan berpotensi menggerus pendapatan asli daerah, khususnya dari perkebunan. Dan ini bisa menambah jumlah pengangguran dan konflik sosial. "Kami menilai aturan ini tidak berpihak pada kepentingan rakyat," ujar Asmar, Senin (7/8).
Petani sawit desak KLHK revisi aturan soal gambut
JAKARTA. Para petani sawit mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merevisi kembali Peraturan Menteri KLHK No.16 tahun 2017 tentang pedoman teknis pemulihan fungsi ekosistem gambut. Pasalnya, beleid ini dinilai berpotensi mengganggu kemandirian ekonomi nasional akibat berkurangnya luasan perkebunan sawit rakyat. Para petani juga menilai belum ada data valid terkait luasan lahan gambut dan peta gambut menjadi perimbangan lain kenapa pemerintah harus merevisi permen tersebut. Saat ini data luas gambut masih simpang siur, ada yang menyebutkan 24 juta hektare (ha) tapi ada juga yang menyebutkan 14 juta ha. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Aryad mengatakan, penerapan Permen ini mempunyai multiplier effect karena dapat merusak tatanan kemandirian ekonomi nasional. Sebab pemberlakuan beleid ini akan berpotensi menggerus pendapatan asli daerah, khususnya dari perkebunan. Dan ini bisa menambah jumlah pengangguran dan konflik sosial. "Kami menilai aturan ini tidak berpihak pada kepentingan rakyat," ujar Asmar, Senin (7/8).