JAKARTA. Para petani crude palm oil meminta pemerintah mengoreksi kebijakan pungutan sawit. Mereka menilai, pungutan CPO supporting fund tersebut memberatkan, apalagi di tengah penurunan harga CPO yang sudah memangkas penghasilan mereka. Ketua Umum Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) AM Muhammadiyah mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widido untuk mengoreksi kebijakan tentang pungutan ekspor CPO tersebut. "Sebab pungutan itu mengancam keberlangsungan hidup empat juga lebih petani plasma sawit," ujarnya, Kamis (4/2). Muhammadiyah bilang, pungutan terhadap ekspor CPO sebesar US$ 50 atau setara Rp 700.000 per ton sangat memengaruhi pendapatan para petani dari penjualan tandan buah segar (TBS) sawit. Pasalnya, produk mereka yang dibeli oleh pabrik pengolah kelapa sawit, langsung membebankan pungutan itu pada mereka.
Harga TBS petani juga tak menunjukkan perbaikan, terus turun dari Rp 1,2 juta per ton turun menjadi kisaran Rp 500.000 - Rp 700.000 per ton. Sebelum adanya pungutan CSF, pendapatan yang diterima petani plasma setiap menjual 5 ton TBS sawit sebesar Rp 3,5 juta. Namun setelah ada pungutan tersebut, pendapatan mereka menyusut menjadi sebesar Rp 2,8 juta saja, atau setiap ton dihargai Rp 560.000. Angka ini justru lebih kecil dari besar pungutannya.