Petani Sawit Terhimpit Benturan Aturan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia menyebutkan saat ini petani sawit tengah terhimpit dalam benturan regulasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait legalitas lahan sawit. 

Dewan Pakar DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Tri Chandra Aprianto mengatakan, petani sangat sulit merasakan kehadiran negara dalam sengketa kawasan lahan sawit dengan kawasan hutan.

Padahal, para petani punya izin usaha yang legal dan menjadi pegangan untuk memproduktifkan lahan sejak puluhan tahun silam. Namun, kini legalitasnya dibenturkan dengan regulasi lain sehingga dianggap tidak sah secara sepihak. "Kami sudah dua generasi. Petani seharusnya dicerahkan, dicerdaskan, dan dibina. Ini tidak terjadi sama sekali," kata dia dalam keterangannya, Selasa (24/10).


Sebelumnya, pemerintah menyebutkan ada 3,3 juta hektare (ha) kebun sawit yang berada di kawasan hutan. Lahan tersebut akan diputihkan untuk mendukung perbaikan tata kelola industri sawit.

Selanjutnya, pemilik kebun sawit yang lahannya masuk dalam kawasan hutan nantinya diwajibkan membayar pajak, dan taat hukum sesuai peraturan yang berlaku. 

Namun, data tersebut memunculkan polemik. Pasalnya, para petani atau industri sawit. Mereka mengklaim lahan yang digarap sudah mendapatkan hak guna usaha (HGU) dari pemerintah. Dengan mendapat izin dari pemerintah maka berarti lahan tersebut bukan kawasan hutan. 

Baca Juga: Pemerintah Tetapkan Alternatif Upaya Hukum bagi Pelanggar Pemanfaatan Lahan Sawit

Tri mengatakan, para petani di Indonesia kini sangat sulit merasakan kehadiran negara. Khususnya dalam sengketa kawasan lahan sawit dengan kawasan hutan.

Tri menambahkan, para petani sawit seolah-olah dianggap sebagai orang hutan, karena lahan sawit secara tiba-tiba dimasukkan ke dalam kawasan hutan yang tanpa kejelasan batas, dan tidak menggunakan metode pengukuran yang jelas.

"Kami sudah dua generasi mengolah sawit. Tiba-tiba kami dimasukkan sebagai orang hutan. Ini sesuatu yang irasional," ujarnya.

Sementara, Pakar Hukum Kehutanan Sadino melihat, regulasi menjadi akar persoalah lahan kelapa sawit sehingga pemerintah menganggap izin usaha yang telah dikantongi petani sebagai sebuah pelanggaran karena adanya benturan aturan. "Masalah yang kita hadapi ini adalah basis pengaturan regulasi yang karut marut secara norma hukum," ujarnya.

Seperti yang diketahui, sengketa sawit terjadi karena penambahan beleid baru dalam Undang-undang Cipta Kerja yang terkait dengan perizinan usaha sawit, secara spesifik di Pasal 110 A dan 110 B.

Persoalannya, aturan baru itu bertabrakan antara Hak Guna Usaha (HGU) yang puluhan tahun dimiliki baik itu perusahaan maupun masyarakat, dengan penunjukkan kawasan hutan oleh pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dina Hutauruk