Petani Sawit Tolak Kenaikan Pungutan Ekspor untuk Biayai Biodiesel B50



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkumpulan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI) mengkritisi wacana kenaikan Pungutan Ekspor (PE) minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) pada tahun 2026 yang berkaitan dengan rencana peningkatan mandatori biodiesel berbasis sawit 40% (B40) menjadi B50.

“Jika B50 tetap dipaksakan sementara sumber pendanaannya bertumpu pada Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), maka yang akan dikorbankan adalah petani sawit,” kata Ketua Umum POPSI, Mansuetus Darto dalam keterangan resmi, Selasa (30/12/2025).

POPSI mencatat, saat ini pungutan ekspor sawit berada di kisaran US$ 75–95 per ton. Pun, Darto mengungkap, dana BPDP sudah terkuras banyak, sedang program untuk petani banyak tersendat dan akan habis pada pertengahan 2026. 


“Setiap kenaikan pungutan ekspor sebesar US$ 50 per ton berkontribusi terhadap penurunan harga Tandan Buah Segar (TBS) petani sekitar Rp 435 per kilogram. Artinya, setiap tambahan beban pungutan akan langsung menggerus pendapatan petani,” tegas Darto.

Baca Juga: Ini Strategi ESDM Genjot Lifting Minyak Tahun 2026

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Perjuangan sekaligus anggota POPSI, Alvian Rahman, melanjutkan bahwa petani selalu menjadi pihak yang menanggung dampak akhir kebijakan. Menurutnya, petani tidak menikmati langsung program biodiesel, tetapi selalu diminta membayar mahal melalui turunnya harga TBS. “Ini ketimpangan kebijakan yang terus berulang,” tutur Alvian.

Solusi kebijakan 

Oleh karena itu, petani sawit menawarkan solusi kebijakan. Menurut POPSI, salah satu opsi kebijakan yang dapat diambil pemerintah adalah penerapan subsidi biodiesel yang lebih terarah, yaitu hanya untuk sektor Public Service Obligation (PSO), dengan batas atas subsidi maksimal sekitar Rp 4.000 per liter.

Pendekatan ini, kata Darto, bertujuan menjaga keberlanjutan pendanaan BPDP sekaligus menghindari tekanan berlebihan terhadap harga CPO dan TBS petani ketika terjadi lonjakan harga sawit global,  sehingga mekanisme pasar tetap berjalan secara sehat.

Selain itu, kebijakan bauran biodiesel perlu mengadopsi konsep fleksiblending, dengan B30 sebagai batas minimum dan penyesuaian tingkat blending dilakukan secara dinamis.

“Dalam kondisi harga CPO meningkat signifikan dan berpotensi membebani subsidi, tingkat pencampuran biodiesel dapat diturunkan ke batas minimum tersebut,” terang Darto.

Sebaliknya, ketika harga CPO melemah dan harga minyak fosil meningkat, blending dapat dinaikkan secara bertahap ke B40 atau lebih tinggi guna meningkatkan daya saing biodiesel dan memperluas serapan CPO domestik.

Lebih lanjut, Darto menyebutkan, peningkatan bauran biodiesel seharusnya dikaitkan langsung dengan kinerja produksi dan produktivitas sawit nasional.

“Seiring perbaikan produktivitas dan kenaikan produksi CPO nasional, misalnya menuju 50 juta ton atau hingga 60 juta ton per tahun, maka meningkatkan bauran biodiesel bisa menjadi pilihan,” ujarnya.

Melalui pendekatan ini, Darto bilang, program biodiesel tidak hanya bermanfaat sebagai instrumen transisi energi, tetapi juga sebagai langkah kebijakan dalam menopang stabilitas sektor sawit dan meningkatkan nilai tambah domestik. Serta, memberikan manfaat yang lebih seimbang bagi petani, industri, dan negara.

POPSI menegaskan, BPDP tidak boleh menjadi satu-satunya penanggung biaya B50. Petani sawit mendorong adanya pembagian beban yang jelas antara BPDP, negara, dan peningkatan efisiensi industri, dengan batas maksimal kontribusi BPDP agar dana petani tetap terlindungi. 

“Pemerintah seringkali mengklaim bahwa keuntungan negara dari penghematan solar melalui program biodiesel sawit sebesar Rp 135 triliun setiap tahunnya. Karena itu, sharing beban menjadi urgen untuk diputuskan pemerintah,” tandas Darto.

Baca Juga: Ini Perkembangan Terbaru Penggabungan dan Penataan Ulang Subholding Pertamina

Selanjutnya: Jual 99% Saham di Exspan Petrogas Intranusa, Medco (MEDC) Kantongi Rp 24 Miliar

Menarik Dibaca: Tablet Samsung Terbaik dengan Banyak Kelebihan, Ada yang Bawa Layar 14 Inci

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News