Petani tebu berhasil paksa Kemenperin pangkas kuota impor gula rafinasi



JAKARTA. Petani tebu rakyat berhasil memaksa Kementerian Perindustrian memangkas kuota impor gula rafinasi impor asal Makassar. Importir bernama PT Makassar Tene itu akan direkomendasikan mendapat pemangkasan kuota ekspor sebesar 80% dari jatah 330.000 ton. "Dirjen Industri Agro sudah menjanjikan untuk memotong rekomendasi kuota impor tahun depan hingga 80% untuk PT Makassar Tene," ungkap Wakil Sekjen Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) M. Nur Khabsin, usai menyambangi Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Rabu (14/12). Pemotongan rekomendasi kuota impor gula rafinasi untuk importir itu merupakan sanksi administratif akibat pendistribusian gula khusus industri makanan minuman itu di pasar konsumsi. Dia mengatakan, telah menuntut pemerintah agar menindak tegas importir itu karena telah selama dua tahun investigasi melakukan hal yang sama. Nantinya, importir pun akan menjalani proses hukum karena terbukti melakukan pelanggaran telah mendistribusikan gula rafinasi untuk konsumsi rumah tangga. Pada tahun lalu, importir itu mendapat kuota impor sebesar 300.000 ton. Tahun ini, kuota meningkat menjadi 330.000 ton, tapi menurut perhitungan asosiasi itu membanjiri pasar konsumsi rumah tangga hingga 80% dari kuota. "Karena hal ini petani tebu mengalami kerugian besar," ucapnya. Perhitungan nilai kerugian dapat dikalkulasikan melalui kuota impor gula kasar sebesar 2,3 juta ton untuk delapan pabrik gula rafinasi. Berdasarkan pendataan kebutuhan gula rafinasi oleh industri makanan minuman sebesar 1,7 juta ton. Dengan demikian, surplus gula rafinasi sebesar 600.000 ton yang, menurutnya, bocor ke pasaran. Kebocoran itu mengakibatkan petani gula rakyat tidak bisa memasok gula ex tebu ke Indonesia bagian timur. Hal itu mengakibatkan melorotnya harga gula petani menjadi Rp 8.300-Rp 8.500 per kilogram (kg). Padahal, tahun lalu posisi harga gula petani mencapai Rp 9.500 per kg. Artinya, terjadi kerugian sebesar Rp 1.000-Rp 1.200 per kg. Apabila dihitung untuk produksi gula petani selama 2011 sebesar 1,2 juta ton maka diperkirakan kerugian yang dialami petani mencapai Rp 1,4 triliun. Angka itu belum termasuk gula hasil produksi pabrik gula swasta dan badan usaha milik negara (BUMN). Apabila dihitung berdasarkan produksi nasional sebesar 2,3 juta ton maka kerugian yang dialami petani dan pabrik gula mencapai Rp 2,4 triliun. Kerugian pun makin parah, lanjutnya, karena tingkat penyerapan gula petani hanya sekitar 60%. Sisanya, petani terpaksa menjual pada pedagang yang akan mendistribusikan ke daerah lain seharga Rp 8.100 per kg untuk lelang gula petani tertanggal minggu ini. "Harga yang terus melorot itu tanda pasar lesu. Sehingga stok pun melimpah," ucapnya. Sementara itu, demo ribuan petani rakyat di Kementerian Perdagangan belum memberikan hasil memuaskan. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi hanya menjanjikan akan membahas teknis kuota impor dengan melibatkan para petani. Untuk kuota impor yang direncanakan tahun depan sebesar 500.000 ton itu, menurutnya, belum akan diputuskan tahun ini. Untuk audit gula rafinasi akan diumumkan Kementerian Perdagangan dalam waktu dekat. Para petani tebu itu menuntut agar kementerian mengumumkan sebelum akhir tahu ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.