Petani tembakau harus mulai lakukan diversifikasi



JAKARTA. Menjelang era pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum jua menandatangani Konvensi Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control atau FCTC. Kementrian Pertanian (Kementan) mulai ancang-ancang mengantisipasi dampak terburuk yang dapat menimpa petani tembakau.Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan Kementan mengatakan, institusinya masih berkordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Kementrian Perdagangan terkait rencana pengendalian tembakau. Karenanya, hingga saat ini belum ada putusan pasti apakah Indonesia akan turut serta dengan ketentuan internasional tersebut."Kami masih berupaya memperjuangkan kehidupan petani tembakau. Meski begitu kami antisipasi jika sewaktu-waktu kondisi berubah dan harus ada rencana lain. Misalnya, kami akan alihkan petani tembakau untuk menanam komoditas lain," kata Gamal Rabu (11/6).Sebagai tahap awal, Kementan mendorong petani tembakau untuk melakukan diversifikasi seperti menanam buah, jagung, kedelai hingga wijen yang sudah mulai berjalan di Madura. Pelaksanaannya saat ini masih terus disosialisasikan ke petani sebagai pilihan. Gamal mengakui tidak mudah untuk mengalihkan petani tembakau ke tanaman lain. Apalagi harga tembakau saat ini terbilang tinggi dibandingkan komoditas lain.Sementara produksi tembakau tahun ini diyakini bisa mencapai 200.000 ton dari total kebutuhan tembakau 300.000 ton. Padahal, tahun lalu produksi tembakau nasional mencapai 120.000 ton.Artinya, impor tembakau dapat ditekan. Sebelumnya, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) memprediksi impor tembakau tahun ini bisa mencapai 100.000 ton lebih rendah dari impor tembakau 2013 yang mencapai 180.000 ton. Tahun ini, luas areal tembakau diperkirakan sama dengan luas areal tembakau 2013 yang mencapai 269.382 hektar (ha).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Yudho Winarto