Petani tolak revisi Permenperin 3/2021 untuk legalkan pabrik GKR di Jatim



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak pemerintah merilis Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2021, muncul silang pendapat di berbagai kalangan. Ada yang menuding keluarnya Permenperin ini memberikan dampak negatif bagi industri makanan dan minuman di Jawa Timur dan memberikan keuntungan bagi pengusaha gula rafinasi.

Namun tak sedikit yang mendukung. Beleid itu dinilai memiliki arah yang jelas yaitu untuk pemisahan antara gula kristal rafinasi (GKR) untuk industri dan gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi, bahkan menjaga agar petani tebu terlindungi.

Menanggapi hal itu, Ketua Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikun pun angkat bicara. Ia menolak tegas jika desakan revisi Permenperin 3/2021 untuk melegalkan keberadaan pabrik GKR di Jawa Timur.


Baca Juga: Buyung Poetra Sembada (HOKI) mengembangkan energi alternatif dari limbah kulit padi

APTRI menolak keras jika revisi Permenperin no 3/ 2021 dikaitkan dengan permintaan memproduksi GKR di Jawa Timur. Ia mendasarkan sikapnya itu sebagai bentuk keberpihakan bagi kepentingan petani tebu, khususnya di Jawa Timur.

"Jawa Timur itu basis produksi gula masyarakat. Hasil panenan kami saja saat ini masih banyak yang belum terserap masuk untuk diproses. Jadi hentikanlah bila ingin ada pabrik gula rafinasi di Jawa Timur," kata Sumitro dalam keterangannya, Sabtu (15/5).

Ia mengatakan sejatinya pabrik gula itu terbagi dua. Ada yang memang memproduksi gula bagi industri yakni gula kristal rafinasi (GKR) dan ada juga yang memproduksi bagi gula konsumsi yakni gula kristal putih (GKP).  

Pada kasus di Jawa Timur sejak dahulu memang tidak ada pabrik gula yang memproduksi GKR. Pabrik yang ada diarahkan untuk menyerap gula hasil tebu rakyat untuk diolah menjadi gula konsumsi. 

Sementara untuk memenuhi gula bagi industri di Jawa Timur, diandalkan pasokan dari pabrik gula GKR yang berada di Banten, Medan dan Lampung. Dan dari pantaunnya, tidak ada pengusaha makanan dan minuman (mamin)  yang terganggu pasokannya.

Baca Juga: Agar produksi lebih optimal, Kementan dorong petani gunakan pemupukan berimbang

"Saya keliling tanya ke mereka (pengusaha mamin) apa susah dapat gula rafinasi. Mereka bilang tidak ada masalah,biasa beli dari luar Jawa Timur dengan harga Rp10.200," jelasnya.

"Petani gula ini makin terhimpit. Kami ini mengalami kenaikan kenaikan biaya produksi tapi harga yang diterima makin malam makin rendah. Jangan sampai ada pabrik GKR di Jawa Timur. Bisa makin susah nanti," tegasnya.

Sebelumnya, anggota Komisi VI DPR RI Mukhtarudin mengatakan. bahwa Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 03/2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Gula tidak merugikan usaha mikro kecil menengah (UMKM), karena tidak ada UMKM yang mengeluhkannya.

"Sampai hari ini tidak terdengar keluhan dari para pelaku UMKM, industri rumahan, industri makanan dan minuman terkait keberadaan Permenperin tersebut, karena sampai saat ini tidak ada kelangkaan gula rafinasi di Jatim," kata Mukhtarudin.

Selanjutnya: Austindo Nusantara Jaya (ANJT) mengekspor edamame ke Jepang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi