Peternak ayam: Kontrol harga pakan lebih penting



JAKARTA. Rencana Pemerintah untuk menetapkan harga acuan daging ayam dan telur mendapat tanggapan berbeda dari Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan).

Sekretaris Jenderal Gopan, Sugeng Wahyudi berpendapat penetapan harga acuan tidak akan efektif, jika Pemerintah tidak mampu menekankan harga pakan. Pasalnya, selama ini yang kerap memberatkan para peternak adalah lonjakan harga pakan.

"Harga pakan itu fluktuatif, istilahnya tidak terkendalilah. Menurut saya, hal pertama yang perlu dilakukan pemerintah adalah mengontrol harga pakan, baru harga acuan," kata Sugeng, Selasa (28/3).


Ia menjelaskan jika biaya produksi tiap tahun sangat bergantung pada harga pakan dan bibit. Kedua kebutuhan tersebut memakan sekitar 88% dari biaya produksi.

"Percuma jika harga acuan ditetapkan, sedangkan harga pakan tidak dikontrol. Padahal biaya produksi cenderung meningkat tiap tahun," kata Sugeng. Saat ini biaya produksi yang dikeluarkan peternak mencapai Rp 17.000 per kg. Sedangkan harga beli daging ayam di tingkat peternak hanya Rp 12.000 - Rp 13.000 per kilogram.

Pengamat bidang Pertanian, Khudori berpendapat bahwa untuk menangani kasus unggas tahunan ini tidak dapat terpisah. Karena persoalan hulu berdampak pada hilir dan sebaliknya. Maka untuk hal ini, Kemtan dan Kemdag harus bekerjasama.

"Persoalan di hulu seperti meningkatkan produksi bisa diatur oleh Kementan. Sedangkan tata niaganya diurus oleh Kemendag," ungkapnya. Ia menyarankan, persoalan hulu seperti Pengadaan pakan ternak, pengadaan Grand Parent Stock (GPS) dan sebagainya dapat diselesaikan oleh Kemtan.

Akan lebih baik jika pengadaan GPS dan pakan ternak dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Kalaupun harus impor, Pemerintah sebaiknya punya data yang benar soal kebutuhan.

"Persoalan di hilir yang diurus Kemendag, tidak sekedar merevisi Permendag no.63. Tapi juga harus mengatur penetapan harga dari peternak hingga konsumen akhir, cadangan pasokan agar Pemerintah bisa intervensi harga, dan alur distribusi," pungkas Khudori.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia