JAKARTA. Harga ayam dan telur di tingkat produsen terus melorot. Bahkan saat ini produk peternakan itu telah berada di bawah harga pokok produksi (HPP). Data Kementerian Perdagangan (Kemdag) menunjukkan, harga telur di Blitar berada di kisaran Rp 12.200 per kilogram (kg), harga di Jabodetabek Rp 13.500 per kg, dan di Purwokerto Rp 13.400 per kg. Sementara itu, harga ayam di Jabodetabek mencapai Rp 13.500 per kg, Semarang Rp 10.700 per kg, dan Makassar Rp 14.000 per kg. "Setelah Lebaran, terjadi penurunan harga yang serius," kata Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Perdagangan, Senin (29/10).
Harga rendah telah membuat produsen ayam dan telur terutama skala kecil, berada dalam kondisi sulit. Bayu bilang, break even point (BEP) produksi telur adalah sekitar Rp 15.700 per kg dan ayam sekitar Rp 15.200 per kg. "Saat ini mereka mengalami negative margin, utamanya peternak kecil," katanya. Bayu menyebut, beberapa faktor mengakibatkan penurunan harga ayam dan telur. Antara lain, tingginya impor grand parent stock (GPS) atau bibit indukan ayam sehingga membuat suplai berlebih. Karena itu, Kemdag dalam waktu dekat akan memanggil produsen GPS untuk mengatur suplai. Selain itu, penurunan harga telur terjadi karena masuknya tepung telur atau eggs powder impor. Data Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU) menunjukkan, impor GPS broiler terus meningkat. Jika pada 2009 impor GPS mencapai 370.307 ekor, naik menjadi 407.946 ekor pada 2010, dan impor pada 2011 naik lagi menjadi 545.003 ekor. Hingga September 2012, realisasi impor GPS mencapai 368.557 ekor dari permintaan impor sebanyak 600.000 ekor. Walau permintaan mencapai 600.000 ekor, namun GPPU memperkirakan, impor GPS tahun ini tidak akan melebihi tahun lalu. Proses replacement atau penggantian indukan yang lebih sedikit membuat impor menurun. "Kita memproyeksikan impor GPS sama dengan tahun lalu atau bahkan hanya 80% dari realisasi tahun lalu," kata Chandra Gunawan, Sekjen GPPU. Dengan harga relatif mahal, sekitar US$ 30 per ekor, saat ini ada sekitar 13 perusahaan importir GPS, antara lain Japfa, Charoen Pokphand, Cipendawa, Hybro Indonesia, dan Cibadak Indah Sari Farm. Menurut Ruri Sarosono, Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam (Gopan), rendahnya harga telur dan ayam diakibatkan merosotnya harga DOC (day old chicken). "Harga DOC dengan harga telur saat ini hampir sama," kata Ruri.
Dengan harga jual yang relatif sama antara DOC dan telur, membuat para produsen lebih memilih menjual telur daripada ditetaskan. Apalagi harga pakan ternak dari waktu ke waktu juga terus naik. Achmad Dawami, Senior Vice President Head Of Broiler Division PT Ciomas Adisatwa, mengaku tidak terlalu khawatir dengan rendahnya harga ayam dan telur. Sebab, rendahnya harga ayam dan telur saat ini memang merupakan siklus. "Kita proyeksikan tujuh hingga 10 hari lagi harga akan kembali normal," katanya. Hanya saja, untuk menaikkan harga ayam, pemerintah harus menstabilkan pasokan daging ayam. Caranya, dengan memperbanyak rumah potong hewan (RPH) dan penyimpanan berpendingin atau cool storage. Selain itu, pemerintah juga harus mendorong produsen ayam ekspansi ke bisnis pengolahan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri