JAKARTA. Keputusan Pemerintah memberikan izin impor sapi bakalan dengan kuota 250.000 ekor di kuartal II ini membuat peternak sapi dan kerbau lokal khawatir. Pasalnya, jumlah tersebut jauh lebih banyak ketimbang kuota izin impor kuartal pertama yang hanya 100.000 ekor. Jumlah sapi impor yang banyak berpotensi merembes ke pasar sapi lokal bisa membuat harga sapi lokal jatuh. Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana mengatakan pihaknya meminta pemerintah serius mengawal agar daging sapi impor tidak merembes ke pasar lokal yang selama ini dikuasai peternak lokal. Sebab harga sapi lokal saat ini sudah tinggi yakni sebesar Rp 43.000 per kilogram (kg) dalam keadaan hidup, dan kalau sudah menjadi daging harganya sudah di atas Rp 90.000 per kg. "Kami minta agar sapi impor ini yang jumlahnya banyak tidak merembes ke daerah produsen sapi lokal," ujarnya, Senin (13/4). Teguh mengatakan harga sapi lokal memang lebih tinggi dibandingkan sapi impor hidup yang dihargai Rp 40.000 per kg. Dengan harga yang lebih rendah, maka sangat mungkin konsumen beralih membeli sapi impor ketimbang sapi lokal. Sebab sapi lokal tidak bisa bersaing dengan sapi impor dengan harga yang lebih murah. Ia meminta agar kepentingan sapi lokal tidak dikorbankan pemerintah dengan menambah kuota izin impor sapi bakalan kuartal dua. Saat ini, sentra sapi lokal ada di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Ia meminta agar sapi impor ini tidak merembes ke wilayah-wilayah yang menjadi sentra sapi lokal. Menurut Teguh dengan banyaknya kuota izin impor sapi lokal kuartal kedua ini menandakan bahwa pemerintah sendiri tidak yakin akan pasokan sapi lokal untuk memenuhi kebutuhan nasional. Padahal pemerintah berkomitmen ingin swasembada daging, namun dengan banyaknya kuota izin impor sapi, ini menandakan kalau pemerintah tidak mau mengambil risiko. "Artinya di sini belum ada persamaan antara persepsi soal swasembada sapi dan angka kebutuhan sapi nasional," katanya. Peternak sapi lokal meminta agar pemerintah serius memperhatikan rumah potong hewan (RPH) sapi impor dan distribusinya. Dengan demikian tidak akan mengganggu pasar sapi lokal yang selama ini sudah stabil dan harganya sudah terbentuk. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan mengatakan naiknya jumlah kuota impor sapi bakalan kuartal dua ini untuk mengantisipasi kebutuhan menjelang puasa dan Lebaran. Ia mengatakan pemerintah telah memperhitungkan agar pemberian izin impor sapi bakalan ini tidak merugikan peternak lokal. Kemdag optimis, harga sapi lokal tidak akan terpengaruh atau jatuh akibat masuknya sapi impor yang jumlahnya lebih banyak di kuartal II tahun ini. Seperti diketahui, pada kuartal II tahun 2015, Kemdag memberikan izin impor sapi dari Australia sebanyak 250.000 ekor. Jumlah tersebut lebih banyak ketimbang izin impor sapi kuartal pertama 2015 yang hanya 250.000 ekor. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Peternak khawatir sapi impor 'ganggu' sapi lokal
JAKARTA. Keputusan Pemerintah memberikan izin impor sapi bakalan dengan kuota 250.000 ekor di kuartal II ini membuat peternak sapi dan kerbau lokal khawatir. Pasalnya, jumlah tersebut jauh lebih banyak ketimbang kuota izin impor kuartal pertama yang hanya 100.000 ekor. Jumlah sapi impor yang banyak berpotensi merembes ke pasar sapi lokal bisa membuat harga sapi lokal jatuh. Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana mengatakan pihaknya meminta pemerintah serius mengawal agar daging sapi impor tidak merembes ke pasar lokal yang selama ini dikuasai peternak lokal. Sebab harga sapi lokal saat ini sudah tinggi yakni sebesar Rp 43.000 per kilogram (kg) dalam keadaan hidup, dan kalau sudah menjadi daging harganya sudah di atas Rp 90.000 per kg. "Kami minta agar sapi impor ini yang jumlahnya banyak tidak merembes ke daerah produsen sapi lokal," ujarnya, Senin (13/4). Teguh mengatakan harga sapi lokal memang lebih tinggi dibandingkan sapi impor hidup yang dihargai Rp 40.000 per kg. Dengan harga yang lebih rendah, maka sangat mungkin konsumen beralih membeli sapi impor ketimbang sapi lokal. Sebab sapi lokal tidak bisa bersaing dengan sapi impor dengan harga yang lebih murah. Ia meminta agar kepentingan sapi lokal tidak dikorbankan pemerintah dengan menambah kuota izin impor sapi bakalan kuartal dua. Saat ini, sentra sapi lokal ada di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Ia meminta agar sapi impor ini tidak merembes ke wilayah-wilayah yang menjadi sentra sapi lokal. Menurut Teguh dengan banyaknya kuota izin impor sapi lokal kuartal kedua ini menandakan bahwa pemerintah sendiri tidak yakin akan pasokan sapi lokal untuk memenuhi kebutuhan nasional. Padahal pemerintah berkomitmen ingin swasembada daging, namun dengan banyaknya kuota izin impor sapi, ini menandakan kalau pemerintah tidak mau mengambil risiko. "Artinya di sini belum ada persamaan antara persepsi soal swasembada sapi dan angka kebutuhan sapi nasional," katanya. Peternak sapi lokal meminta agar pemerintah serius memperhatikan rumah potong hewan (RPH) sapi impor dan distribusinya. Dengan demikian tidak akan mengganggu pasar sapi lokal yang selama ini sudah stabil dan harganya sudah terbentuk. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan mengatakan naiknya jumlah kuota impor sapi bakalan kuartal dua ini untuk mengantisipasi kebutuhan menjelang puasa dan Lebaran. Ia mengatakan pemerintah telah memperhitungkan agar pemberian izin impor sapi bakalan ini tidak merugikan peternak lokal. Kemdag optimis, harga sapi lokal tidak akan terpengaruh atau jatuh akibat masuknya sapi impor yang jumlahnya lebih banyak di kuartal II tahun ini. Seperti diketahui, pada kuartal II tahun 2015, Kemdag memberikan izin impor sapi dari Australia sebanyak 250.000 ekor. Jumlah tersebut lebih banyak ketimbang izin impor sapi kuartal pertama 2015 yang hanya 250.000 ekor. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News