JAKARTA. Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana menilai kebijakan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito yang mewajibkan para pengusaha penggemukan sapi atau feedloter membiakkan sapi dalam negeri bukanlah kebijakan baru. Kebijakan ini pernah digaungkan pemerintah lima tahun lalu namun tidak jalan. Meskipun berpotensi membuat bisnis peternak lokal kalah bersaing dengan feedloter yang memiliki modal jumbo, tapi Teguh menilai feedloter tidak serius menjalankan kebijakan ini. Teguh menjelaskan, adanya beberapa perusahaan feedloter yang berhasil membiakkan sapi dalam negeri seperti di Bandar Lampung. Tapi bila bekerjasama dengan petani lokal maka bisnis peternal lokal tidak akan tergusur. Tapi bila feedloter menjadi perusahaan besar dalam hal pembiakan maka hal ini berpotensi membuat bisnis sapi lokal kalah bersaing. "Tapi menurut kami pembiakan sapi itu butuh waktu yang sangat lama, dan ini sulit buat perusahaan," ujar Teguh kepada KONTAN, Selasa (9/8). Menurutnya, feedloter justru menganggap pembibitan sapi dalam negeri menjadi beban bagi mereka karena tidak prospektif secara bisnis. Selain membutuhkan waktu yang lama dalam membiakkan sapi, risikonya juga sangat besar bila sapi itu mati karena penyakit. Sementara selama ini, mereka hanya tinggal mengimpor sapi bakalan dan menggemukkan selama tiga hingga empat bulan dan sudah langsung menghasilkan.
Peternak nilai sulit feedloter membiakkan sapi
JAKARTA. Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana menilai kebijakan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito yang mewajibkan para pengusaha penggemukan sapi atau feedloter membiakkan sapi dalam negeri bukanlah kebijakan baru. Kebijakan ini pernah digaungkan pemerintah lima tahun lalu namun tidak jalan. Meskipun berpotensi membuat bisnis peternak lokal kalah bersaing dengan feedloter yang memiliki modal jumbo, tapi Teguh menilai feedloter tidak serius menjalankan kebijakan ini. Teguh menjelaskan, adanya beberapa perusahaan feedloter yang berhasil membiakkan sapi dalam negeri seperti di Bandar Lampung. Tapi bila bekerjasama dengan petani lokal maka bisnis peternal lokal tidak akan tergusur. Tapi bila feedloter menjadi perusahaan besar dalam hal pembiakan maka hal ini berpotensi membuat bisnis sapi lokal kalah bersaing. "Tapi menurut kami pembiakan sapi itu butuh waktu yang sangat lama, dan ini sulit buat perusahaan," ujar Teguh kepada KONTAN, Selasa (9/8). Menurutnya, feedloter justru menganggap pembibitan sapi dalam negeri menjadi beban bagi mereka karena tidak prospektif secara bisnis. Selain membutuhkan waktu yang lama dalam membiakkan sapi, risikonya juga sangat besar bila sapi itu mati karena penyakit. Sementara selama ini, mereka hanya tinggal mengimpor sapi bakalan dan menggemukkan selama tiga hingga empat bulan dan sudah langsung menghasilkan.