KONTAN.CO.ID - Pagi itu (18/10), Tri Kartini (46) menyetorkan setumpuk karton dan botol plastik ke Bank Sampah Mekar Sari yang cukup jauh dari rumahnya. Dengan sepeda motor, dia membawa tumpukan sampah yang sudah dipilah dari rumah ke bank sampah di Jakarta Selatan tersebut. Ada tutup botol, botol plastik hingga kertas dan kardus. Di sana, sampah yang dibawanya langsung ditimbang dan dicatat petugas. Hasil dari sampah yang ditimbang itu akan masuk ke tabungan Tri. Tri bercerita, dirinya memang sudah cukup lama menjadi nasabah di bank sampah Mekar Sari. Meski begitu, dia tak menyetor sampah yang dikumpulkannya setiap dua minggu sekali atau setiap jadwal bank sampah Mekar Sari mengumpulkan sampah.
“Kadang Rabu ini saya setor, minggu depan belum tentu. Bisa jadi minggu depan baru saya datang. Tergantung sampah yang sudah terkumpul. Kalau sudah banyak baru saya ke sini,” terangnya. Ibu rumah tangga ini pun mengaku kegiatan memilah dan menyetor sampah ini menyenangkan. Terlebih, kegiatan ini bisa menghasilkan cuan. Meski tidak pernah menghitung berapa dana yang berhasil didapatkannya lewat sampah ini, tetapi dia mengaku bisa memanfaatkannya untuk berbagai kegiatan. Misalnya, ikut serta dalam kegiatan jalan-jalan yang diadakan oleh Bank Sampah Mekar Sari. “Kalau mau jalan-jalan kan bayar. Nah,uangnya dipotong untuk itu. Saya juga tidak tahu nominal tabungan saya saat ini. Pernah dulu saya tahu ada Rp 600.000. Ya sudah, saya ambil. Tetapi itu sudah menabung lama,” jelasnya. Djuraidah Machmud, Ketua Bank Sampah Mekar Sari pun membenarkan bahwa sebagian besar nasabah memang kerap hanya menyetorkan sampah tanpa mencari tahu berapa besar uang yang didapatkan. Menurutnya, mereka nanti akan mendapatkan hasil pencatatan lewat pesan instan. Nasabah pun biasanya sudah memilah sampah yang disetor, misalnya botol plastik, tutup botol, kertas/kardus, hingga kemasan plastik lainnya. Meski begitu, para petugas masih akan memilah-milah lagi sampah yang sudah terkumpulkan. “Biasanya nasabah sudah membawa bersih. Kalau tutup botol/galon, botol air mineral, mereka sudah tahu memisahkan sendiri. Tetapi plastik-plastik belum dipisah-pisah. Jadi dipisah oleh petugas di sini. Kardus juga sudah mereka pisah, tetapi kami susun lagi,” kata Djuraidah. Adapun, seperti cara kerja bank sampah pada umumnya, sampah-sampah yang dikumpulkan di Bank Sampah Unit (BSU) akan diteruskan ke Bank Sampah Induk (BSI). Sampah-sampah tersebut kemudian dilanjutkan kepada off taker yang mengolah kembali sampah. Bank sampah akan mengutip dana dari setiap sampah yang terjual. Menurut Djuraidah, besaran uang yang diambil oleh Bank Sampah Mekar Sari berbeda-beda, tergantung dari sampah yang ditukar. “Kami lihat dari per kilo aja, kalau per kilonya tinggi kami ambil harganya besar. Misalnya kresek harganya cuma Rp 500, kami ambil sekitar Rp 100 atau Rp 200. Harganya tergantung barang. Dan ini kan kita untuk masyarakat juga, yang penting mereka peduli,” ujarnya. Dalam sebulan, hasil penjualan sampah yang didapatkan bisa mencapai kisaran Rp 5 juta, menurut Djuraidah. Rinciannya, sebagian besar merupakan uang nasabah dan sisanya adalah pendapatan bersih bank sampah. Nantinya, anggaran tersebut akan dimanfaatkan untuk operasional bank sampah seperti untuk makan siang atau kesejahteraan karyawan. Apalagi ada 13 petugas yang bekerja di Bank Sampah Mekar Sari, dan semuanya bekerja secara sukarela. Sementara, bagi nasabah yang kerap menyetor sampahnya pun bisa meminjam uang ke bank sampah. Menurut Djuraidah, tabungan nasabah ada yang mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. “Rata-rata nasabah mengambil uangnya,” katanya. Berdasarkan catatan Bank Sampah Mekar Sari, sejak Januari-September 2023, besar sampah yang berhasil direduksi sebesar 18,79 ton dengan nominal rupiah Rp 42,57 juta. Djuraidah menambahkan, memilah dan mengumpulkan sampah melalui bank sampah menguntungkan dari berbagai sisi. “Dari ekonomi menguntungkan, dari sisi lingkungan menguntungkan. Jadi orang tidak buang sampah sembarangan. Karena sudah tahu nilainya, sekarang orang kan bisa memilah sendiri dari rumah,” tambah Djuraidah. Hingga kini, terdapat sekitar 330 nasabah Bank Sampah Mekar Sari. Mereka ada yang merupakan ibu rumah tangga, pekerja kantoran, hingga sekolah yang dekat di tempat tersebut. Bukan hanya warga di sekitar wilayah tersebut, ada juga orang-orang yang memang sudah mengetahui Bank Sampah Mekarsari, dan memilih mengirimkan sampah lewat ojek online. Adapun kegiatan mengumpulkan sampah di Bank Sampah Mekar Sari dilakukan dua minggu sekali setiap Rabu. Pengumpulan sampah sudah dilakukan sejak pukul 07.00 WIB, dan biasanya berakhir pukul 13.00 WIB. Di hari yang sama sampah-sampah tersebut akan diangkut dan diteruskan ke Bank Sampah Induk.
Baca Juga: Solusi Bangun (SMCB) Gandeng Pemkab Sleman Sulap Sampah Jadi Energi Alternatif Dijemput Langsung dari Rumah Berbeda dengan Tri yang menyetor sampahnya langsung ke bank sampah, Jane (32) memilih untuk menukarkan sampah yang sudah dipilahnya ke platform pengelolaan sampah. Tinggal pesan lewat aplikasi, dan sampah akan dijemput ke rumah. Dari sampah yang ditukarkan, dia akan mendapatkan poin sesuai dengan berat dan jenis sampah yang ditukar. “Biasanya, sampah yang saya tukar berupa botol plastik dan kaca, karton atau kertas. Ini yang biasanya ada di rumah. Sementara, dari poin yang terkumpul itu, saya tukarkan jadi pulsa dan uang elektronik,” kata Jane. Jane mengaku, besaran uang yang ditukarkannya hingga kini tak terlalu besar. Namun, dia mengaku senang memilah sampah ini karena sampahnya bisa menghasilkan cuan dan tidak dibakar atau berakhir di TPA. “Saya memulai memilah sampah karena saya tidak suka sampah itu dibakar. Itu kan berbahaya bagi kesehatan,” katanya. Kegiatan memilah sampah dan menyetor ke perusahaan pengelolaan sampah ini pun sudah dilakoni Jane lebih dari setahun lalu. Bukan hanya dirinya, Jane turut mengajak anggota keluarganya yang lain untuk melakukan hal yang sama. Hingga kini, ibu Jane aktif memilah sampah. Bukan hanya konsumen aplikasi yang mendapat untung, para penjemput sampah pun bisa meraih keuntungan lewat kegiatan ini. Zidane, salah satu penjemput sampah yang bekerja untuk salah satu startup pengelolaan sampah. Meski masih berstatus sebagai mahasiswa, Zidane mengaku bisa mendapatkan penghasilan rata-rata Rp 3 juta dalam sebulan dari kegiatan menjemput sampah ini. “Pendapatan dari menjemput sampah ini bisa untuk bayar kuliah dan juga bisa menabung,” tutur Zidane. Zidane menerangkan, kegiatan menjemput sampah ini tak dilakukan setiap hari. Karena harus kuliah, Zidane hanya menjemput sampah mulai Kamis hingga Minggu. Saat belum berkuliah, kegiatan ini bisa dilakukannya setiap hari. Meski hanya bekerja 4 hari, tetapi Zidane menyebut bahwa penghasilannya semakin meningkat sejak dirinya bergabung di pertengahan tahun lalu. Dia menyebut, ini lantaran pengguna aplikasi tempatnya bekerja semakin banyak karena aplikasi ini semakin familiar di masyarakat. Nah, penghasilan yang didapatkannya dihitung dari dua sisi. Pertama, dari jarak ke titik lokasi penjemputan sampah Semakin jauh jaraknya, semakin tinggi insentif yang didapatkan. Kedua, penghasilannya pun tergantung dari harga jual barang yang disetorkan. Karenanya pendapatan penjemput sampah akan berbeda-beda. Zidane sendiri pernah menjemput sampah berupa kardus atau kertas sebesar 20 kilogram. Dirinya pun pernah menjemput 3-4 kilogram sampah plastik hanya dalam sekali penjemputan. Bukan hanya dari sisi materi, Zidane pun mengaku bahwa kegiatan yang dilakoninya lebih dari setahun ini turut membuatnya lebih peka dan peduli pada lingkungan. “Contoh kecil ketika saya beli minuman, sampahnya tidak langsung saya buang. Melainkan saya bersihkan botolnya, lalu nanti saya setor,” ujarnya. Diolah Kembali Kemaslahatan tak hanya dirasakan Tri, Jane, ataupun Zidane, melainkan juga orang-orang yang bekerja di bidang pengolahan sampah. Siang pada pertengahan Oktober 2023, dua laki-laki tengah sibuk menyusun sampah-sampah botol plastik ke sebuah truk di Bank Sampah Induk Gesit, Jakarta Selatan. Mereka merupakan pekerja untuk salah satu off taker atau vendor yang akan mengolah kembali sampah-sampah tersebut. Endarwati, Ketua Bank Sampah Induk Gesit mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan berbagai vendor yang bisa mengolah berbagai sampah, mulai dari sampah botol plastik, tutup botol, kardus, dan lainnya. Setidaknya, ada 10 vendor yang bekerja sama dengan Bank Sampah Induk Gesit. Menurutnya, berbagai vendor ini terus bertambah. Pasalnya, ada yang sudah menjalin kerja sama dengan menandatangani nota kesepahaman, ada juga yang tidak terikat. “Jadi, saya selalu menjaga hubungan baik dengan vendor. Misalnya untuk botol plastik ada 2 vendor. Kalau yang 1 tidak bisa ambil, kita masih ada 1 lagi. Begitu juga dengan kardus. Biasanya vendor menjemput 2-3 kali dalam seminggu,” kata Endarwati. Di Bank Sampah Induk Gesit ini, terdaftar sekitar 570 bank sampah yang menjadi anggota. Ada yang merupakan bank sampah perkantoran, bank sampah sekolah hingga bank sampah warga. Namun, dari total sampah tersebut, hanya 150 bank sampah yang rutin melakukan penyetoran. Menurut Endarwati, bisa jadi sebagian bank sampah tidak menyetor sampah ke bank sampah induk, melainkan pengepul lantaran harganya yang bisa lebih menarik. Sejauh ini, terdapat sekitar 46 jenis sampah yang akan dihargai oleh Bank Sampah Induk Gesit. 46 jenis sampah tersebut masuk dalam kategori kertas, plastik, logam, dan kategori lain-lain seperti AKI, botol beling hingga minyak jelantah. Total jenis sampah ini berkurang dari sebelumnya, yang sebanyak 90 jenis sampah. Pengurangan ini terjadi setelah dilakukan pengelompokan. Meski begitu, Endarwati menyebut tetap menerima sampah yang tidak masuk ke dalam daftar. Walaupun sampah tersebut tidak bernilai atau tidak diterima oleh vendor, tetapi sampah-sampah itu tidak akan dikembalikan ke bank sampah unit bahkan masyarakat. Nantinya, sampah yang tidak bisa diolah akan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di sisi lain, dia memastikan volume sampah yang berakhir di TPA tak besar. “Jadi ada yang vendornya ini belum ada. Jadi nanti kami kumpulkan, akhirnya kita kirim ke Bantargebang sebagai residu. Jadi walaupun ke Bantargebang tetapi jalannya benar, tidak berceceran ke mana-mana. Dia pun bisa jadi bahan bakar RDF,” ujar Endarwati. Adapun, sepanjang 2022, sampah yang dibeli Bank Sampah Induk Gesit sebesar 296,99 ton dengan nilai Rp 805,77 juta. Sementara, sampah yang terjual sebesar 386,4 ton atau senilai Rp 1,13 miliar. Endarwati menyebut, adanya bank sampah pun turut membantu mengurangi sampah yang berakhir ke TPA. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), total volume timbulan sampah di DKI Jakarta pada 2022 sebesar 3,11 juta ton, yang mana Kota Jakarta Selatan menyumbang sebesar 713.300 ton. Kerja-kerja yang diupayakan Endarwati, Tri, juga Jane, boleh jadi merupakan kepingan ikhtiar mandiri warga meretas peliknya
problem sampah. Ada orang-orang yang tak sekadar menunggu pemerintah, melainkan mengupayakan apa yang mereka mampu. Sambil menyelam minum air; mereka bukan saja sedang menyelesaikan perkara sampah di lingkungannya, melainkan juga memanen manfaat dari sampah. Produsen Ambil Bagian Inisiatif bukan saja datang dari warga, produsen yang paham akan kepelikan pengelolaan sampah ini mulai menjajal pelbagai upaya, di antaranya ikut andil menanggulangi sampah anorganik. Unilever Indonesia misalnya yang menyebut sudah mengumpulkan dan memproses 62.360 ton sampah plastik pada tahun 2022 atau lebih besar dari jumlah plastik yang mereka jual.
Head of Division Environment & Sustainable Unilever Indonesia Foundation Maya Tamimi menerangkan, sampah yang dikumpulkan dan diproses tersebut berasal dari bank sampah, TPS3R, dan pengepul sebanyak 28.633 ton. Dan dari RDF sebesar 33.727 ton. Menurut Maya, hingga kini pihaknya sudah bekerja sama dengan lebih dari 4.000 titik bank sampah, TPS3R hingga pengepul di seluruh Indonesia. Dia pun memaparkan, pihaknya memberikan insentif pengumpulan pada titik-titik tersebut. Insentif ini diberikan untuk meningkatkan kapasitas pengumpulan sampah. Namun, mitra pengumpulan baru bisa mengklaim insentif bila sudah menyampaikan
supply chain-nya: yakni dari mana saja sampah tersebut berasal hingga ke mana sampah tersebut berakhir. “Tapi kalau sampah yang didapatkan dari masyarakat dan dibuang lagi ke TPA, tidak boleh diklaim. Jadi, jalur sampah yang nanti dilakukan seperti apa, kami harus mengetahuinya. Dan juga diaudit,” kata Maya. Maya mengatakan, ada tiga hal yang ditekankan pada mitra pengumpulan sampah. Pertama, sampah tersebut tidak boleh berasal dari pasca-industri, sampah yang dikumpulkan tidak boleh berceceran lagi atau dibuang ke TPA dan sungai, juga tidak boleh
double claim atau diklaim kepada perusahaan lain. Meski mengumpulkan dan mengolah sampah plastik, tapi menurut Maya, sampah tersebut tidak diolah Unilever secara langsung. Nantinya, sampah-sampah dari mitra pengumpulan akan ditujukan ke industri lain yang mengolah sampah, baik untuk
downcycling maupun
upcycling. Pendekatan yang berbeda diterapkan pada RDF. Kata dia, sampah plastik yang boleh diklaim oleh Unilever harus ditetapkan oleh pemerintah daerah. Meski sudah mengumpulkan dan mengolah lebih dari 60.000 ton sampah plastik tahun lalu, Maya menyebut pihaknya ingin melampaui jumlah tersebut tahun ini.
“Pastinya [target] meningkat dari tahun lalu. Baik dari jalur yang kita olah atau kelola kembali, misalnya jalur bank sampah, TPS dan pengepul itu meningkat. Kemudian juga dari RDF juga meningkat. Itu sudah pasti,” katanya. Tak hanya mengumpulkan dan mengelola sampah, Maya juga menyebut Unilever memiliki target global untuk mengurangi penggunaan virgin plastik di 2025, memperbaiki keterdaulangan kemasan, hingga meningkatkan penggunaan
post-consumer recycling dalam kemasan.
Liputan ini merupakan bagian dari program “Penanganan Sampah Plastik dengan Konsep Ekonomi Sirkular” yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Unilever Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Lidya Yuniartha