Petinggi Wall Street menentang kebijakan Trump



NEW YORK. Chief Executive Goldman Sach Inc, Lloyd Blankfein, menjadi petinggi Wall Street pertama yang bersuara untuk menentang perintah Presiden Donald Trump untuk menghentikan kedatangan imigran dari tujuh negara muslim. Blankfein bilang, keragaman latar belakang adalah salah satu alasan di belakang kesuksesan Goldmand Sach. Jika pembekuan pemberian visa sementara ini menjadi permanen, ini akan menimbulkan gangguan untuk perusahaan dan para stafnya. 

"Ini bukan kebijakan yang kami dukung. Perintah ini juga telah ditentang di pengadilan federal dan beberapa pihak juga telah bergabung untuk menentang perintah ini," ujarnya dalam transkrip yang diterima Reuters. 

Adapun di Silicon Valley, tempat perusahaan-perusahaan teknologi AS berkumpul, sejumlah pimpinan perusahaan seperti Apple dan Facebook dengan cepat mengecam larangan masuknya imigran ke AS. Sementara sejumlah perusahaan lainnya memilih untuk tidak berkomentar terhadap hal sensitif seperti ini yang dapat memicu reaksi dari Gedung Putih. 


"Kita tentu saja harus mengedepankan keamanan dan memerangi terorisme. Tapi kami percaya ini bisa dilakukan dengan menghormati proses hukum dan tetap menjaga hak-hak individu dan prinsip inklusi," ujar CEO BlackRock Inc Larry Fink dalam memonya, Senin (30/1). 

CEO Citigroup, Mike Corbat, dalam memonya kepada karyawannya menyatakan keprihatinannya terhadap perintah dari eksekutif tersebut dan bisa saja berdampak pada kemampuan perusahaan melayani klien dan pertumbuhan usaha. 

Adapun komite operasional JPMorgan Chase & Co memilih untuk menghindari kritik langsung kepada pemerintah. Namun perusahaan ini mengaku akan menghimpun informasi terkait pegawainya yang akan berdampak pada aturan ini. Bank of America Corp, Morgan Stanley dan Wells Fargo & Co juga mengaku akan memantau dan mengumpulkan informasi terkait dampak pada karyawan mereka. 

"Kami bergantung pada keragaman sumber daya manusia dan itu tergambar dalam tim kerja kami," ujar CEO Bank of America, Brian Moynihan dalam memonya. 

Editor: Rizki Caturini