Petugas pajak tak sinkron, tax amnesty meresahkan



Jakarta. Program pengampunan pajak atau tax amnesty dinilai melenceng dari ide awal pembuatannya. Dimana program ini awalnya untuk menjaring dana dari pengusaha yang melarikan hartanya ke luar negeri, namun faktanya saat ini rakyat biasa juga menjadi sasaran pemerintah.

Dengan melebarnya sasaran pemerintah, membuat masyarakat kebingungan. Shita Laksmi, seorang pegawai mengaku masih merasa bingung dengan program tax amnesty ini.

Awalnya dia mengira bahwa program ini untuk pengusaha yang melarikan uangnya ke luar negeri dengan tujuan supaya tidak membayar pajak. "Awalnya kami pikir tax amnesty untuk orang kaya banget yang punya harta investasi di luar negeri," ungkapnya kepada KONTAN Senin (29/8).


Dia mengaku hanya pegawai biasa yang hartanya semua dari gaji, namun berkat mengirit tabungannya dia beserta suami bisa memiliki saham, deposito, unitlink namun itu juga cakupannya kecil. Dia mengira harta yang sudah kena pajak itu tidak perlu dilaporkan namun ternyata itu harus deklarasikan dan dikenai denda.

Shita mengaku, dirinya beserta suami rencananya akan mengikuti program tersebut. Namun hal itu urung dilakukan mengingat masih simpang siurnya informasi yang diterimanya.

Dia mengaku saat menghadiri forum diskusi terkait amnesty itu berbeda dengan informasi yang ada di media masa, ini menimbulkan kebingungan di masyarakat. "Namun nanti kita akan ke kantor pajak untuk menanyakan langsung," ungkapnya.

Belum lagi, kata Shita, saat dirinya bertanya kepada sejumlah teman-temannya yang telah mengikuti program tersebut ternyata jawabannyapun berbeda dengan apa yang dia dapat dalam forum dan pemberitaan.

Dan juga, hasil pengalaman teman-temannya pun satu sama lain juga berbeda. Akhirnya, dia menyimpulkan bahwa petugas pajak tidak sama dalam menyampaikan informasi terkait program tersebut. Dan setiap kantor pajak mempunyai informasi berbeda.

Seharusnya pemerintah lebih mengejar para pengusaha yang mengempalng pajak dibandingkan kepada rakyat yang tidak melaporkan harta kekayaannya.

Karena para pengemplang paja biasanya para pengusaha besar yang jumlah tebusannya besar dibandingkan rakyat yang uangnya receh. "Apalagi ini program pragmatis pemerintahan Jokowi untuk menutup kebolongan anggaran," katanya.

Melencengnya tujuan dari tax amnesty ini juga diprotes oleh Hani Juliusandi dalam petisi yang dilansir oleh change.com. Hingga Senin (29/8) malam jumlah penandatangan petisi ini mencapai 6.308 orang. Dan jumlahnya diperkirakan akan bertambah sampai petisi ini disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.

Beragam komentara terkait petisi ini, seperti Alfi Rustam mengatakan eksekusi Tax Amnesty harus sesuai misi awalnya yaitu menarik uang dari luar negeri. Namun realitasnya yang di dalam negeripun ikut disasar menjadi peserta tax amnesty dengan mengancam akan dikenakan sanksi dikemudian hari. "Jangan hanya kepepet, pada kelas menengah kebawah yang jadi sasaran," katanya.

Begitu juga dengan Yudi Dahlan, menurutnya tidak adil jika seorang karyawan yang tidak menulis punya rumah dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) itu dikenakan denda. Padahal karyawan itu sudah membayar PPN saat pembelian dan setiap tahunnya membayar PBB. "Seharusnya hanya koreksi SPT saja, tanpa harus bayar denda," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto