KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) berusaha meningkatkan produksi uap dari panas bumi demi menyuplai energi untuk pembangkit listrik. Direktur Utama PGE, Ali Mundakir mengatakan, saat ini PGE sedang mengerjakan 14 wilayah kerja panas bumi (WKP) dengan total kapasitas sebesar 617 megawatt (MW) yang terdiri dari proyek Kamojang, Ulu Belu, Lahendong, dan Karaha. Hingga awal tahun depan, Ali menargetkan ada penambahan kapasitas listrik terpasang dari proyek panas bumi PGE sebesar 672 MW. Salah satunya dari proyek Lumut Balai Unit I sebesar 55 MW.
Untuk Jangka panjang, PGE menargetkan bisa menambah kapasitas terpasang hingga 1.112 MW di tahun 2026 dari beberapa proyek seperti Lumut Balai Unit II sekitar 55 MW, Hulu Lais Unit I dan II yang masing-masing sebesar 55 MW, dan Sungai Penuh yang masih dalam tahap ekplorasi dengan target produksi 55 MW. Ada juga proyek WKP baru di Lawu dan Selawah (Aceh) yang sedang dikembangkan oleh PGE. Khusus untuk WKP di Lawu, Ali bilang PGE masih melakukan kajian arkeolog karena ada situs candi kuno di WKP tersebut. Sementara untuk di Selawah, PGE yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Aceh sedang melakukan survei ekplorasi untuk merenanakan pengeboran sumur eksplorasi. ''Masa eksplorasi kami sebesar 75% oleh PGE dan 25% oleh Pemda Aceh. Ini kami juga melakukan survei eksplorasi, kami matangkan kapan bisa eksplorasi pengeboran sumur eksplorasi,''kata Ali. PGE sendiri menargetkan pengeboran bisa selesai pada akhir tahun depan. Diharapkan dalam waktu tiga hingga lima tahun setelah pengeboran sudah bisa menghasilkan listrik dengan potensi 100 MW dari proyek panas bumi Selawah. Untuk mewujudkannya, PGE pun menganggarkan dana investasi yang cukup besar. Jumlahnya mencapai sekitar US$ 2,9 miliar dengan rata-rata investasi sebesar US$ 4-6 juta per MW.
"Untuk pengembangan setiap satu MW itu sisi upstream dan downstream itu US$ 4 - 6 juta dolar MW. Contoh saya mau mengembangkan 100 MW, ya 100 kali empat, ya US$ 400 sampai US$ 600 juta. Porsinya 60% upstream seperti pengeboran dan lainnya, dan 40% downstream," ungkap Ali, Rabu (12/12). Dengan kebutuhan dana sebesar itu, Ali pun mengaku meminta bantuan kepada induk usaha yaitu PT Pertamina (Persero) terutama untuk membiayai proyek di hulu. Sementara untuk proyek panas bumi di sektor hilir sudah cukup mudah untuk mendapatkan pendanaan. "Untuk sisi downstream itu antri World Bank, JICA, pembiayaan mudahlah. Tapi sisi upstream yang belum. World Bank sudah mulai tapi sisi eksplorasi perlu dukungan. begitu ditemukan potensi, ya sudah itu mah gampang. Kan kalau World Bank kan juga menyasar energi bersih seperti proyek Ulu Belu sama Lahendong itu contohnya pakai World Bank, JICA itu di proyek Mulut Balai unit 1-2 itu sekitar US$ 570 juta," kata Ali. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .