KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS, anggota indeks Kompas100 ini) masih menanti hasil survei internal sebelum menaikkan harga gas industri per 1 Oktober 2019 nanti. Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengungkapkan survei dilakukan di Jawa Barat dan Jawa Timur dan masih berlangsung hingga kini. "Survei masih berlangsung, kami akan kaji hasil survei dan masukan dari industri," terang Gigih ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (26/9). Baca Juga: Kurs dolar sudah naik 50% sejak 2013, sudah waktunya harga gas disesuaikan... Lebih jauh Gigih menjelaskan, PGN telah melakukan diskusi dengan 80% pelanggan mengenai rencana tersebut. Menurutnya, para pelanggan memberikan tanggapan yang positif atas rencana tersebut. Kendati demikian, Gigih belum bisa memastikan apakah akan ada revisi kontrak dengan pelanggan berhubung rencana kenaikan harga gas industri tersebut. "Kami belum bicarakan," ujar Gigih. Mengutip pemberitaan Kontan.co.id, para pengusaha menolak rencana kenaikan harga gas industri, mulai 1 Oktober 2019. Bila PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) tetap mengimplementasikan harga baru, para pelaku industri berkeras tidak akan membayar selisih kenaikan harga tersebut. Lewat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, pebisnis menyakini penolakan itu tidak akan melanggar kontrak antara PGAS dan pelaku usaha. Pasalnya, penetapan harga gas selama ini sudah sesuai kontrak selama lima tahun dengan PGAS. Menanggapi hal tersebut, Gigih meyakinkan tidak ada dampak yang signifikan bagi PGN. Menurutnya, jika pemerintah mengacu pada Perpres 40/2016 dan menetapkan harga gas industri sebesar US$ 6 per mmbtu maka PGN tetaplah sebagai penyalur dan dapat mengenakan Investment Rate Return pada pelanggan. Baca Juga: PGN terancam kehilangan profit US$ 17,3 juta akibat gas dari Kepodang berhenti Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 Tahun 2017 tentang Harga Jual Gas Bumi Melalui Pipa Pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. Aturan tersebut mengatur margin niaga gas maksimal hanya 7% dan Internal Rate of Return (IRR) sebesar 11%. "PGN akan diberikan IRR maksimum 11% untuk investasi di jaringan pipa tersebut, untuk saat ini IRR PGN masih dibawah angka itu," terang Gigih. Gigih menambahkan, pihaknya hingga kini masih terus mengupayakan semua rencana berjalan sesuai jadwal. Dalam pemberitaan Kontan.co.id, PGAS berniat mengerek harga gas melalui surat edaran dengan nomor 037802.S/SP.01.01/BGP/2019. Dalam surat tersebut, manajemen PGAS akan mengerek harga gas bagi pelanggan komersial dan industri untuk implementasi Pengembangan Produk dan Layanan. Berdasarkan informasi dari Kadin Indonesia, rencana kenaikan harga gas berkisar 12% hingga 15%. Dengan rata-rata harga gas untuk industri saat ini sebesar US$ 9 per mmbtu, maka rata-rata harga gas setelah kenaikan berkisar US$ 10,08–US$ 10,35 per mmbtu. Pengusaha berpendapat, rata-rata harga ideal gas industri US$ 6 per mmbtu. Level tersebut merujuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
PGN tengah melakukan survei di Jabar dan Jatim untuk menyesuaikan harga gas
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS, anggota indeks Kompas100 ini) masih menanti hasil survei internal sebelum menaikkan harga gas industri per 1 Oktober 2019 nanti. Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengungkapkan survei dilakukan di Jawa Barat dan Jawa Timur dan masih berlangsung hingga kini. "Survei masih berlangsung, kami akan kaji hasil survei dan masukan dari industri," terang Gigih ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (26/9). Baca Juga: Kurs dolar sudah naik 50% sejak 2013, sudah waktunya harga gas disesuaikan... Lebih jauh Gigih menjelaskan, PGN telah melakukan diskusi dengan 80% pelanggan mengenai rencana tersebut. Menurutnya, para pelanggan memberikan tanggapan yang positif atas rencana tersebut. Kendati demikian, Gigih belum bisa memastikan apakah akan ada revisi kontrak dengan pelanggan berhubung rencana kenaikan harga gas industri tersebut. "Kami belum bicarakan," ujar Gigih. Mengutip pemberitaan Kontan.co.id, para pengusaha menolak rencana kenaikan harga gas industri, mulai 1 Oktober 2019. Bila PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) tetap mengimplementasikan harga baru, para pelaku industri berkeras tidak akan membayar selisih kenaikan harga tersebut. Lewat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, pebisnis menyakini penolakan itu tidak akan melanggar kontrak antara PGAS dan pelaku usaha. Pasalnya, penetapan harga gas selama ini sudah sesuai kontrak selama lima tahun dengan PGAS. Menanggapi hal tersebut, Gigih meyakinkan tidak ada dampak yang signifikan bagi PGN. Menurutnya, jika pemerintah mengacu pada Perpres 40/2016 dan menetapkan harga gas industri sebesar US$ 6 per mmbtu maka PGN tetaplah sebagai penyalur dan dapat mengenakan Investment Rate Return pada pelanggan. Baca Juga: PGN terancam kehilangan profit US$ 17,3 juta akibat gas dari Kepodang berhenti Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 Tahun 2017 tentang Harga Jual Gas Bumi Melalui Pipa Pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. Aturan tersebut mengatur margin niaga gas maksimal hanya 7% dan Internal Rate of Return (IRR) sebesar 11%. "PGN akan diberikan IRR maksimum 11% untuk investasi di jaringan pipa tersebut, untuk saat ini IRR PGN masih dibawah angka itu," terang Gigih. Gigih menambahkan, pihaknya hingga kini masih terus mengupayakan semua rencana berjalan sesuai jadwal. Dalam pemberitaan Kontan.co.id, PGAS berniat mengerek harga gas melalui surat edaran dengan nomor 037802.S/SP.01.01/BGP/2019. Dalam surat tersebut, manajemen PGAS akan mengerek harga gas bagi pelanggan komersial dan industri untuk implementasi Pengembangan Produk dan Layanan. Berdasarkan informasi dari Kadin Indonesia, rencana kenaikan harga gas berkisar 12% hingga 15%. Dengan rata-rata harga gas untuk industri saat ini sebesar US$ 9 per mmbtu, maka rata-rata harga gas setelah kenaikan berkisar US$ 10,08–US$ 10,35 per mmbtu. Pengusaha berpendapat, rata-rata harga ideal gas industri US$ 6 per mmbtu. Level tersebut merujuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.