JAKARTA. Efek penguatan dollar Amerika Serikat yang melemahkan rupiah membikin sejumlah pelaku usaha kebakaran jenggot. Tak terkecuali produsen obat PT Phapros Tbk. Maklum 90% bahan baku produksi farmasi perusahaan pelat merah itu masih tergantung pada produk impor. Oleh karenanya, saat ini, manajemen Phapros berupaya mengatur strategi di tengah kondisi kurs rupiah yang merepotkan itu. "Dengan rupiah yang sudah tembus Rp 13.000, ada kemungkinan kami akan melakukan adjustment atau naik harga kira-kira 10%-15%," ungkap Direktur Utama PT Phapros Iswanto kepada KONTAN, Minggu (8/3). Namun sebelum ketok palu menaikkan harga, manajemen perusahaan ini akan menerapkan dua hal. Pertama, mengevaluasi setiap obat yang memiliki kandungan bahan baku impor tertinggi. Baik dari sisi nilai maupun volume impor.
Selain kepada produk dengan kandungan impor tinggi, prioritas kenaikan harga akan dikenakan pada obat yang sebelumnya belum mengalami kenaikan harga. Kedua, memantau perkembangan fluktuasi rupiah di bulan ini. Jika rupiah ternyata betah bertengger di level Rp 13.000 ke atas, manajemen Phapros akan merealisasikan rencana kenaikan harga jual 10%-15% tersebut. Rencananya, kenaikan harga jual itu akan diberlakukan utnuk jenis obat ethical alias obat resep dan over the counter (OTC) atau obat bebas. Sementara untuk jenis obat generik, Phapros sudah menyusun rencana lain. Perusahaan itu berencana meminta campur tangan pemerintah untuk meninjau ulang harga jual obat generik. Seperti kita ketahui, penentuan harga jual obat generik ini berada di tangan pemerintah. Alhasil, Phapros tak bisa seenaknya sendiri menaikkan harga jual produknya. Dalam hitungan Phapros, jika rupiah berada di level Rp 13.000 ke atas, margin profitnya bakal mengempis. Dengan alasan, penentuan harga obat generik pemerintah masih menggunakan acuan nilai tukar rupiah Rp 12.500. "Maka itu, jika rupiah terus-terusan di level Rp 13.000, kami akan minta pemerintah untuk melakukan peninjauan harga," ujar Iswanto. Dukung target kinerja Tentu bukan tanpa alasan Phapros ngebet ingin menyesuaikan harga jual. Perusahaan itu berharap pelemahan rupiah tak menghambat cita-citanya mencetak pertumbuhan kinerja. Tahun lalu, perusahaan ini mencatatkan pertumbuhan pendapatan 10,8% dan pertumbuhan laba 8,2%. Tahun ini, Phapros menargetkan masing-masing kisaran pertumbuhan pendapatan dan laba bisa sebesar 18%-20%. Harapan terbesar Phapros berada di obat generik. Targetnya, obat generik berkontribusi 53%-54% terhadap pendapatan 2015. Untuk itu, Phapros membidik pendapatan dari tender e-catalog obat generik sebesar Rp 250 miliar - Rp 300 miliar. "Realisasi tender tahun lalu sekitar Rp 225 miliar," ungkap Iswanto
Perusahaan itu meyakini target bisa terpenuhi seiring penetrasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) milik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang semakin besar. Target kontribusi pendapatan obat generik tahun 2015 tersebut naik ketimbang tahun lalu. Sepanjang 2014, Phapros mengklaim kontribusi pendapatan dari obat generik sebesar 50%. Sisanya, 50% lagi berasal dari penjualan obat ethical dan OTC. Sebelumnya dalam pemberitaan KONTAN 5 Januari 2015, manajemen Phapros menargetkan pertumbuhan penjualan tahun ini 16%, menjadi Rp 675 miliar. Laba bersih ditargetkan bisa naik 25% menjadi Rp 65 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan